Jumat, 16 Desember 2011

LAPORAN PERBAIKAN PEMBELAJARAN PEMANTAPAN KEMAMPUAN PROFESIONAL (PKP) PENERAPAN PEMBELAJARAN MELALUI PENDEKATAN KONSTEKTUAL (CTL) DAN METODE COURSE REVIEW HORAY UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPA DAN IPS SISWA KELAS VIA SDN 1 BATULAYAR TAHUN AJARAN 2010/2011

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Peningkatan belajar siswa sangat tergantung pada penguasaan serta teknik mengajar guru dalam kegiatan pembelajaran. Semua itu dapat terwujud apabila keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran itu sendiri. Apabila siswa antusias dan dapat bekerja sama dengan baik maka akan berdampak baik pada akhir belajar yaitu dengan meningkatnya hasil belajar siswa di kelas. Keseriusan siswa dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar dan tanggung jawab siswa dalam mengikuti pelajaran serta menyelesaikan tugas-tugas sekolah dapat dilihat dari hasil belajar yang diraih oleh siswa tersebut. Proses belajar mengajar yang terlalu serius juga cenderung membosankan, banyak siswa yang mengeluh, mengantuk, tidak mengerti apa yang dijelaskan guru dan sebagainya. Di dalam kegiatan belajar mengajar harus diimbangi dengan canda tawa serta permainan-permainan yang diberikan oleh guru untuk meningkatkan semangat siswa dalam menerima semua materi yang akan disampaikan guru (Krismanto, 2000)
Sudjana (1991) mengemukakan bahwa ”proses belajar mengajar yang dialami oleh siswa selalu menghasilkan perubahan-perubahan, baik pengetahuan, pemahaman, nilai, kebiasaan, kecakapan, sikap, dan keterampilan. Perubahan-perubahan tersebut akan tampak pada hasil belajar yang diraih oleh siswa terhadap persoalan atau tes yang diberikan oleh guru kepada siswa tersebut. Tes hasil belajar biasanya dilakukan pada saat materi yang diberikan telah selesai atau pada saat pembelajaran berlangsung dengan melakukan tanya jawab kepada siswa secara langsung”.
Pada saat kegiatan belajar mengajar di lapangan, tidak semua siswa benar-benar serius dalam mengikuti kegiatan tersebut. Banyak siswa menganggap kegiatan belajar sebagai suatu beban dan menganggap IPS dan IPA merupakan pelajaran yang amat sulit. Siswa tidak menemukan kesadaran untuk belajar dan mengerjakan seluruh tugas-tugas sekolah. Dalam kegiatan belajar mengajar pun siswa tidak terlibat aktif dan positif. Tak jarang ditemukan suatu kelas yang hampir separuh siswa dalam kelas tersebut tidak serius dalam mengikuti pembelajaran. Dan tak jarang pula ditemukan siswa yang terkantuk-kantuk ketika mengikuti kegiatan pembelajaran.

Masalah yang sering terjadi juga adalah siswa kurang terlibat karena takut salah, takut ditertawakan, atau takut dianggap kurang baik serta diremehkan teman-temannya. Hal ini dapat menyebabkan siswa menjadi kurang percaya diri serta tidak mempunyai inisiatif dan kontributif baik secara intelektual maupun emosional. Pertanyaan dari siswa, gagasan, ataupun pendapat jarang muncul. Kalaupun ada pendapat yang muncul, jarang diikuti oleh gagasan lain sebagai respon.
Rendahnya partisipasi siswa ini dipengaruhi oleh banyak sebab. Pengaruh tersebut dapat datang dari luar individu maupun dari dalam individu sendiri. Salah satu faktor dari luar adalah faktor sosial seperti lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Sedangkan faktor dari dalam individu di antaranya adalah semangat dan motivasi siswa dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar (Djamarah, 1994).
Rendahnya partisipasi dan pemahaman siswa ini mungkin terjadi pada proses pembelajaran sebelumnya yaitu pada pokok bahasan Bencana Alam yang pada tes hasil belajar hanya mencapai rata-rata kelas sebesar 62,73.
Masalah dalam kegiatan belajar mengajar tersebut tidak dapat dibiarkan begitu saja. Salah satu usaha untuk mengatasinya adalah dengan membangkitkan motivasi dan minat siswa melalui kegiatan belajar mengajar yang menarik. Guru perlu menerapkan suatu model pembelajaran yang tepat, salah satunya adalah model pembelajaran Course Review Horay.
Dengan model pembelajaran ini diharapkan dapat mengubah keadaan kelas yang tidak efektif bagi kegiatan pembelajaran menjadi kelas yang kondusif  bagi kegiatan pembelajaran serta mampu membuat siswa senang dan bermain-main sambil belajar terhadap mata pelajaran tersebut.
Dalam upaya meningkatkan kemampuan dalam memahami materi pembelajaran IPA seperti yang diharapkan, guru perlu mempersiapkan dan mengatur strategi penyampaian materi IPA kepada siswa. Hal ini dilakukan selain untuk mempersiapkan pedoman bagi guru dalam penyampaian materi, juga agar setiap langkah kegiatan pencapaian kompetensi untuk siswa dapat dilakukan secara bertahap, sehingga diperoleh hasil pembelajaran IPA yang optimal.

Untuk melaksanakan pembelajaran IPA seperti di atas, diperlukan beberapa kecakapan guru untuk memilihkan suatu model pembelajaran yang tepat, baik untuk materi ataupun situasi dan kondisi pembelajaran saat itu. Sehingga pembelajaran tersebut dapat merangsang siswa untuk memperoleh kompetensi yang diharapkan. Dengan demikian siswa mampu menyelesaikan berbagai permasalahan baik dalam pelajaran ataupun dalam kehidupan sehari-hari .
Konon dalam pelaksanaan pembelajaran IPA sekarang ini pada umumnya guru masih mendominasi kelas, siswa pasif (datang, duduk, nonton, berlatih,dan lupa). Guru memberitahukan konsep, siswa menerima bahan jadi. Demikian juga dalam latihan, dari tahun ke tahun soal yang diberikan adalah soal yang itu-itu juga tidak bervariasi, hanya berkisar pada pertanyaan apa, berapa, tentukan, selesaikan. Jarang sekali bertanya dengan menggunakan kata mengapa, bagaimana, darimana, atau kapan.
Untuk mengikuti pembelajaran di sekolah, kebanyakan siswa tidak siap terlebih dahulu dengan (minimal) membaca bahan yang akan dipelajari, siswa datang tanpa bekal pengetahuan seperti membawa wadah kosong. Lebih parah lagi, mereka tidak menyadari tujuan belajar yang sebenarnya, tidak mengetahui manfaat belajar bagi masa depannya nanti. Mereka memandang belajar adalah suatu kewajiban yang dipikul atas perintah orang tua, guru, atau lingkungannya. Belum memandang belajar sebagai suatu kebutuhan.  
Dampak dari kedua  hal di atas, bagi siswa adalah tidak merasakan nikmatnya (enjoy) belajar, belajar hanya sekedar melaksanakan kewajiban malahan seringkali terlihat karena keterpaksaan. Ditambah lagi materi IPA susah (abstrak) dan seringkali dibuat susah, suasana pembelajaran IPA yang monoton, penuh ketegangan, banyak tugas, nilainya jelek lagi. Begitu pula, dengan kondisi di luar kelas, suasana rumah tidak nyaman, fasilitas belajar kurang, lingkungan kehidupannya tidak kondusif. Lengkaplah penunjang kegagalan belajar.
Pendekatan kontekstual dalam pembelajaran IPA, merupakan usaha untuk mengubah kondisi di atas, yaitu dengan membuat skenario pembelajaran yang dimulai dari konteks kehidupan nyata siswa (daily life). Selanjutnya guru memfasilitasi siswa untuk mengangkat objek dalam kehidupan nyata itu ke dalam konsep pembelajaran IPA, melalui tanya-jawab, diskusi, inkuiri, sehingga siswa dapat mengkontruksi konsep tersebut dalam pikirannya. Dengan demikian siswa belajar melalui ‘doing math, hands on – activity’. Penerapan pendekatan kontekstual sejalan dengan tumbuh-kembangnya IPA itu sendiri dan ilmu pengetahuan secara umum. Dengan menggunakan pendekatan Kontekstual diharapkan guru dapat menggunakan dan mengoptimalkan pengalaman kehidupan sehari-hari siswa untuk mengembangkan kemampuan siswa dalam bernalar sehingga meningkatkan kreatifitas, mengembangkan bakat dan meningkatkan hasil belajar siswa.

a)      Identifikasi Masalah
Mengidentifikasi masalah dilakukan dengan bantuan teman sejawat. Hasil identifikasi terhadap kekurangan dari pembelajaran terungkap beberapa masalah, di antaranya:
1.      Sebagian siswa acuh tah acuh terhadap pelajaran.
2.      Sebagian siswa tidak mau mengerjakan tugas yang diberikan guru di ke las.
3.      Hanya sebagian kecil siswa yang mengerjakan soal-soal.
4.      Tingkat penguasaan siswa terhadap materi pelajaran masih rendah.
Dari sekian banyak masalah yang teridentifikasi maka teman sejawat dan peneliti berusaha agar proses perbaikan berjalan secara efektif dan mengenai sasaran perbaikan.
b)      Analisis Masalah
Berdasarkan masalah yang teridentifikasi dari hasil diskusi penulis dengan teman sejawat diketahui beberapa faktor .yang menyebabkan siswa kurang menguasai materi pelajaran adalah:
*        Mata Pelajaran IPA
1)        Kurangnya perhatian siswa ketika pelajaran berlangsung.
2)        Pelajaran IPA membosankan bagi sebagian siswa.
3)        Siswa merasa minder untuk bertanya tentang materi yang belum dimengerti.
Dari hasil temuan tersebut diputuskan bahwa yang menjadi fokus perhatian perbaikan pada pelajaran IPA adalah:
1)             Guru harus banyak memberikan motivasi kepada siswa, sehingga siswa lebih aktif dan tertarik pada pelajaran khususnya pokok bahasan perkalian.
2)             Guru harus memberikan penekanan atau penjelasan yang berulang­ulang tentang pokok bahasan energi listrik.
3)             Menggunakan pendekatan kontekstual
*      Mata Pelajaran IPS
1)             Penjelasan guru yang terlalu cepat.
2)             Kurangnya motivasi yang diberikan guru sehingga siswa acuh tak acuh dalam menerima pelajaran.
3)             Perhatian guru yang kurang merata, lebih terpusat pada siswa yang, lebih mampu.
Dan hasil temuan tersebut, yang menjadi fokus perbaikan pada pelajaran IPS adalah:
1)             Penjelasan guru sebaiknya lebih rinci dengan contoh yang lebih konkret dalam kehidupan sehari-hari
2)             Menggunakan metode Course Review Horay 
3)             Memberikan perhatian yang merata terhadap seluruh siswa termasuk yang kurang mampu.

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
 “Apakah penerapan pembelajaran melalui pendekatan kontekstual dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas VI SD Negeri 01 Batulayar ?”.
“Apakah dengan metode Course Review Horay  dapat meningkatkan partisipasi dan hasil belajar serta pemahaman siswa terhadap pelajaran IPS siswa kelas VI SD Negeri 01 Batulayar ? “.

C.    Tujuan Penelitian
Tujuan dilaksanakan penelitian ini adalah untuk meningkatkan hasil belajar siswa kelas VI SD Negeri 01 Batulayar dalam pelajaran IPS pada materi Peranan Indonesia di Era Global dan Perdagangan Internasional, serta dalam pelajaran IPA pada materi pokok bahasan energi listrik.

D.    Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:
1.      Bagi siswa: dapat meningkatkan partisipasi aktif dalam belajar, mengubah pola pikir siswa dalam pelajaran IPS dan IPA, dan siswa dapat menguasai materi pelajaran IPS dan IPA sehingga dapat meningkatkan hasil belajarnya serta terbinanya kerjasama yang baik antar guru dan siswa.
2.      Bagi guru: untuk dapat menerapkan metode pengajaran yang tepat dengan menyesuaikan materi yang disamapikan denga metode atau model pembelajaran yang akan dipakai guna meningkatkan hasil belajar siswa.
3.      Bagi Sekolah: dari hasil penelitian ini akan memberikan sumbangan yang lebih baik pada sekolah dalam rangka perbaikan pembelajaran yang akan dilaksanakan di sekolah.
4.      Bagi peneliti: sebagai dasar dan perbandingan untuk penelitian selanjutnya.





BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A.    Pengertian Belajar
Menurut pengertian secara psikologis, belajar  merupakan suatu proses perubahan  yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Belajar juga dapat didefinisikan sebagai suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya (Slameto, 2003).
Gagne dan Berliner dalam Dimyati dan Mudjiono (2006) mengungkapkan bahawa belajar didefinisikan sebagai suatu proses yang membuat seseorang mengalami perubahan tingkah laku, sebagai hasil dari pengalaman yang diperolehnya.
Hamalik (2003), belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman. Menurut pengertian ini, belajar merupakan suatu proses, suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan.
Sardiman (2003), belajar adalah suatu proses yang kompleks yang terjadi pada semua orang dan berlangsung seumur hidup, sejak ia masih bayi hingga ke liang lahat nanti. Salah satu pertanda bahwa seseorang telah belajar sesuatu adalah adanya perubahan tingkah laku dalam dirinya. Perubahan tingkah laku tersebut menyangkut baik perubahan yang bersifat pengetahuan (kognitif) dan keterampilan (psikomotor) maupun yang menyangkut nilai dan sikap (afektif). Dari pendapat ini juga menekankan suatu indikator belajar dengan adanya perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar.
Dari beberapa pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa belajar sebagai suatu usaha seseorang untuk mengubah tingkah lakunya melalui pengalaman dan interaksi dnegan lingkungan yang dilakukan secara sadar, terarah dan bertujuan. Jadi belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku yang menyeluruh dari pengalamannya sendiri, dan sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya.

B.     Pengajaran
Pengajaran adalah suatu proses belajar-mengajar. Di dalamnya ada dua subjek yaitu guru dan peserta didik. Tugas dan tanggung jawab utama seorang guru atau pengajar adalah mengelola pengajaran serta lebih efektif, dinamis, efisien dan positif sehingga peserta didik sebagai yang mengalami dan terlibat aktif untuk memperoleh perubahan diri dalam pengajaran. Adapun yang harus dimiliki oleh seorang guru agar pengajaran berjalan lebih efektif, dinamis, efisien dan positif (A. Rohani, 1995) adalah:
1.      Penguasaan bahan pengajaran
2.      Penggunaan bahasa
3.      Penggunaan metode pengajaran
4.      Penggunaan alat-alat atau media pengajaran
5.      Memahami peserta didik
6.      Menaruh minat terhadap peserta didik
7.      Tidak membeda-bedakan peserta didik
8.      Memberikan tugas-tugas yang sesuai
9.      Adil dalam memberikan angka
10.  Memiliki rasa humor
11.  Kerapian berpakaian
12.  Menguasai keterlibatan kelas
13.  Keefektifitasan mengajar

C.    Hasil Belajar
Sumadi S (1991), mengemukakan hal-hal pokok dalam belajar adalah membawa perubahan, yang pada pokoknya didapat kecakapan baru sehingga menghasilkan sesuatu karena usaha. Menurut Slameto(1998), tes hasil adalah sekelompok pertanyaan berbentuk lisan maupun tulisan yang harus dijawab atau diselesaikan oleh siswa dengan tujuan mengukur kemajuan belajar siswa. Jadi dari kedua pendapat di atas dapat diambil kesimpulan bahwa yang dimaksud hasil belajar  dalam penelitian ini adalah perubahan yang dicapai siswa setelah melakukan kegiatan belajar mengajar khususnya dalam pelajaran IPS yang menimbulkan nilai tertentu yang didapat dari hasil belajar dan diukur dengan rata-rata dari hasil tes yang diberikan.

D.    Model Pembelajaran
Model diartikan sebagai kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan suatu aktivitas tertentu.  Dalam pengertian lain, model diartikan sebagai barang tiruan, metafor, atau kiasan yang dirumuskan.  Pouwer menerangkan tentang model dengan anggapan seperti kiasan yang dirumuskan secara eksplisit yang mengandung sejumlah unsur yang saling tergantung.  Sebagai metafora model tidak pernah dipandang sebagai bagian dari data yang diwakili.  Ia menjelaskan fenomena dalam bentuk yang tidak seperti biasanya dirasakan.  Setiap model diperlukan untuk menjelaskan sesuatu yang lebih atau berbeda dari data.  Syarat ini bisa dipenuhi dengan menyajikan data dalam bentuk: ringkasan (type, diagram), konfigurasi (structure), korelasi (pola), idealisasi, dan kombinasi dari keempatnya.  Jadi model merupakan kiasan yang padat yang bermanfaat bagi pembanding hubungan antara data terpilih dengan hubungan antara unsur terpilih dari suatu konstruksi logis.  (Pouwer 1974:243).  
Model pembelajaran merupakan kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pemandu bagi para perancang desain pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas belajar mengajar (Soekamto dan Winataputra, 1997:78-79). 
Model kemandirian aktif merupakan sebuah model yang dirancang berdasarkan sistem belajar mandiri dan belajar aktif.  Belajar mandiri diartikan sebagai usaha individu siswa yang otonomi untuk mencapai suatu kompetensi akademis.  Belajar mandiri memiliki ciri utama bahwa siswa tidah tergantung pada pengarahan pengajar yang terus-menerus, tetapi mereka mempunyai kreativitas dan inisiatif sendiri serta mampu untuk bekerja sendiri dengan merujuk pada bimbingan yang diperolehnya. (Pannen dan Sekarwinahya, 1994:5:4-5).  Belajar mandiri memiliki dampak positip bagi siswa, karena mereka akan merasakan tingkat kepuasan yang tinggi, mempunyai minat dan perhatian yang tidak terputus-putus, dan memiliki kepercayaan diri yang lebih kuat dibandingkan dengan siswa yang hanya belajar secara pasif dan menerima saja (Kozma, Belle, William, dalam Pannen dan Sekarwinahya, 1994:5:9).
Belajar aktif merupakan suatu pendekatan dalam pengelolaan sistem pembelajaran melalui cara-cara belajar yang aktif menuju belajar mandiri.  Dengan belajar aktif berarti menumbuhkan kemampuan belajar secara aktif menuju pada pola kemandirian bagi siswa dan guru.  Di sini mereka akan mampu mengembangkan potensi diri secara optimal.


E.     Pendekatan CTL
Pendekatan CTL memiliki tujuh komponen utama, yaitu konstruktivisme (Constructivism), menemukan (Inquiry), bertanya (Questioning) masyarakat belajar (Learning Community), pemodelan (Modeling), refleksi (Reflection) dan penilaian yang sebenarnya (Authentic Assessment).  Sebuah kelas dikatakan menggunakan pendekatan CTL jika menerapkan ketujuh komponen tersebut dalam pembelajarannya.  Selain itu untuk melaksanakan hal itu tidak sulit.  CTL dapat diterapkan dalam kurikulum apa saja, bidang studi apa saja, dan kelas yang bagaimanapun keadaannya.
Penerapan CTL dalam kelas cukup mudah.  Secara garis besar, langkahnya adalah berikut ini.
1.      Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya.
2.      Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik.
3.      Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya.
4.      Ciptakan 'masyarakat belajar' (belajar dalam kelompok-kelompok).
5.      Hadirkan 'model' sebagai contoh pembelajaran.
6.      Lakukan refleksi di akhir pertemuan.
7.      Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara 

F.     Karakteristik Pembelajaran Berbasis CTL
1.      Kerja Sama
2.      Saling Menunjang
3.      Menyenangkan,Tidak Membosankan
4.      Belajar Dengan Bergairah
5.      Pembelajaran Terintegrasi
6.      Menggunakan Berbagai Sumber
7.      Siswa Aktif
8.      Sharing Dengan Teman
9.      Siswa Kritis, Guru Kreatif
10.  Dinding Kelas & Lorong-Lorong Penuh Hasil Karya Siswa, Peta-Peta, Gambar-Gambar, Artikel, Humor, Dll.
11.  Laporan Kepada Orang Tua Bukan Hanya Rapor, Tetapi Juga Hasil Karya Siswa, Laporan Hasil Praktikum, Karangan Siswa, Dll.
G.    Pembelajaran Sains
Sains atau Ilmu Pengetahuan Alam adalah ilmu yang pokok bahasannya adalah alam dengan segala isinya. Hal yang dipelajari dalam sains adalah sebab-akibat, hubungan kausal dari kejadian-kejadian yang terjadi di alam. Menurut Powler (dalam Winataputra 1993), sains adalah ilmu yang sistematis dan dirumuskan dengan mengamati gejala-gejala kebendaan, dan didasarkan terutama atas pengamatan induksi. Carin dan Sund (1993) mendefinisikan sains sebagai pengetahuan yang sistematis atau tersusun secara teratur, berlaku umum, dan berupa kumpulan data hasil observasi dan eksperimen. Aktivitas dalam sains selalu berhubungan dengan percobaan-percobaan yang membutuhkan keterampilan dan kerajinan. Secara sederhana, sains dapat juga didefinisikan sebagai apa yang dilakukan oleh para ahli sains. Dengan demikian, sains bukan hanya kumpulan pengetahuan tentang benda atau makhluk hidup, tetapi menyangkut cara kerja, cara berpikir, dan cara memecahkan masalah. Ilmuwan sains selalu tertarik dan memperhatikan peristiwa alam, selalu ingin mengetahui apa, bagaimana, dan mengapa tentang suatu gejala alam dan hubungan kausalnya.
Dalam sains, terdapat tiga unsur utama, yaitu sikap manusia, proses atau metodologi dan hasil, yang satu sama lain tidak dapat dipisahkan. Sikap manusia yang selalu ingin tahu tentang benda-benda, makhluk hidup, dan hubungan sebab-akibatnya akan menimbulkan permasalahan-permasalahan yang selalu ingin dipecahkan dengan prosedur yang benar. Prosedur tersebut meliputi metode ilmiah. Metode ilmiah mencakup perumusan hipotesis, perancangan percobaan, evaluasi atau pengukuran, dan akhirnya menghasilkan produk berupa fakta-fakta,  prinsip-prinsip, teori, hukum, dan sebagainya.
Prinsip proses pembelajaran adalah belajar, sedangkan belajar adalah suatu proses perubahan perilaku individu yang relatif tetap sebagai hasil dari pengalaman. Oleh karena itu, pembelajaran adalah upaya penataan lingkungan yang kondusif sehingga proses belajar dapat tumbuh dan berkembang. Karena pembelajaran bersifat rekayasa perilaku, maka proses pembelajaran terikat dengan tujuan. Dari sudut pandang sosiologis, proses pembelajaran adalah proses penyiapan peserta didik untuk dapat menjalankan kehidupannya di masyarakat. Sekolah adalah suatu sistem sosial yang merupakan miniatur masyarakat luas. Oleh karena itu, proses pembelajaran tidak akan terlepas dari proses sosialisasi, dan apa yang dipelajari di sekolah seharusnya merupakan cerminan keadaan nyata disekitar peserta didik yang dapat dimanfaatkan atau diimplementasikan dalam masyarakat.
Permasalahan dalam proses belajar mengajar dewasa ini adalah kecenderungan umum bahwa para siswa hanya terbiasa menggunakan sebagian kecil saja dari potensi atau kemampuan berpikirnya. Dikhawatirkan mereka menjadi malas untuk berpikir dan terbiasa malas berpikir mandiri. Kecenderungan ini sama saja dengan proses pemandulan dan sama sekali bukan proses pencerdasan. Para siswa dan juga gurunya masih terbiasa belajar dengan domain kognitif rendah. Oleh karena itu, metode berpikir dalam kegiatan mereka belajarpun belum menyentuh domain afektif dan kognitif yang diperlukan. Aspek lain berkenaan dengan konsep diri dan proses pengembangan kemandirian dalam berpikir, bersikap dan berperilaku. Belajar berani berpikir obyektif apalagi berbeda dengan buku dan keterangan guru, berpikir logis atau kritis, dialogis dan argumentatif umumnya masih langka di sekolah-sekolah kita. Selain itu sistem penilaian secara formatif masih amat terbatas jika dibandingkan dengan penilaian sumatif.
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap aktivitas riil di lapangan kegiatan belajar mengajar di sekolah pada umumnya dewasa ini cenderung monoton dan tidak menarik, sehingga beberapa pelajaran ditakuti dan selalu dianggap sulit oleh siswa, misalnya IPA dan sains. Hal ini ditunjukkan oleh adanya korelasi positif dengan perolehan NEM pelajaran tersebut yang selalu  menempati urutan terendah. Beberapa penyebabnya adalah pembelajaran di sekolah khususnya, sains lebih menekankan pada aspek kognitif dengan menggunakan hafalan dalam upaya menguasai ilmu pengetahuan, bukan mengembangkan keterampilan berpikir siswa, mengembangkan aktualisasi konsep dengan diimbangi pengalaman konkret dan aktivitas bereksperimen. Pembelajaran sains berlangsung dengan hanya menyangkut substansi, tanpa mengembangkan kemampuan melakukan yang berhubungan dengan proses-proses mental seperti penalaran dan sikap ilmiah (Supangkat 1991). Salah satu penyebab hal ini adalah temuan Slimming (1998) yang menemukan bahwa perilaku mengajar guru di Indonesia cenderung bersifat belajar pasif dengan menggunakan metode ceramah hampir di sebagian besar aktivitas proses belajar mengajarnya di kelas.
Permasalahan ini semestinya menjadi perhatian serius dari Pemerintah yang perlu  berupaya keras untuk mencari terobosan-terobosan dalam memecahkannya, baik melalui pengembangan materi pembelajaran baru maupun melalui pemberdayaan metodik-didaktik yang sudah ada. Di samping faktor penunjang lain di luar akademik antara lain penyediaan buku pelajaran yang bermutu, baik, dan dapat mengembangkan pembelajaran dengan paradigma baru tersebut.
Tujuan kurikulum dengan paradigma yang baru pada prinsipnya adalah tetap conceptual mastery. Tetapi hal tersebut diperoleh dengan pendekatan berbasis kompetensi, dengan tujuan agar sistem pendidikan nasional dapat merespon secara proaktif terhadap perkembangan informasi, ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan tuntutan desentralisasi. Dengan demikian lembaga pendidikan tidak akan kehilangan relevansi program pembelajarannya dengan kepentingan daerah, dan karakteristik peserta didik, serta tetap memiliki fleksibilitas dalam melaksanakan kurikulum yang berdeverensiasi.
Peserta didik dituntut untuk menguasai konsep-konsep dasar yang telah dipilih secara selektif melalui aktivitas pembelajaran yang berorientasi pada aktivitas siswa. Siswa harus mampu mengkonstruksi pengetahuan melalui aktivitas kontekstual yang dikembangkan dalam pembelajaran dimana siswa terlibat langsung dalam pengalaman sehari-hari yang berkaitan dengan materi yang diajarkan dan aktif melakukan eksperimen, melakukan pengolahan data, serta membuat kesimpulan. Dengan demikian, pembelajaran yang dikembangkan di dalam kelas perlu dikaitkan dengan situasi nyata dimana siswa berada, mendorong siswa membuat hubungan antara konsep yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan keseharian siswa di dalam masyarakat. Akhirnya pembelajaran lebih bermakna dan proses belajar lebih penting daripada hasil belajar. Dengan dukungan situasi yang demikian, siswa perlu dikondisikan di dalam situasi pembelajaran di kelas yang memungkinkan siswa mengerti dan memahami makna belajar, manfaat, peran dan status siswa dalam proses pembelajaran tersebut. Jika siswa dapat memahami dan mengerti hal tersebut, maka siswa akan berusaha untuk mencapainya dan memerlukan guru sebagai pembimbing, fasilitator, dan mediator.
Pembelajaran yang ingin dikembangkan berorientasi pada proses bagaimana memperoleh informasi, cara sains dan teknologi bekerja, kebiasaan bekerja ilmiah, dan keterampilan berpikir yang dikaitkan dengan situasi nyata dimana siswa berada dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Pembelajaran tersebut dikembangkan dengan pendekatan kontekstual.
Dalam buku “Pendekatan Kontekstual” yang diterbitkan oleh Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama, sebuah kelas dikatakan menggunakan pendekatan kontekstual, jika menerapkan ketujuh komponen dalam pembelajarannya. Ketujuh komponen tersebut adalah konstruktivisme, bertanya, inquiri, masyarakat belajar, pemodelan, refleksi, dan penilaian yang sebenarnya.
Konstruktivisme merupakan filosofi pendekatan kontekstual yang menyatakan bahwa pengetahuan dibangun oleh siswa, melalui pemecahan masalah dan menemukan sesuatu yang berguna. Proses menemukan merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran dengan pendekatan kontekstual, pengetahuan, dan keterampilan sehingga siswa diharapkan menemukan sendiri hasilnya. Tahap-tahap siswa menemukan merupakan cara berpikir ilmiah melalui keterampilan proses, di antaranya adalah merumuskan masalah, melakukan observasi, melakukan analisis dan menyajikan hasil serta mengkomunikasikan. Bertanya merupakan strategi utama pembelajaran dengan pendekatan kontekstual, bertanya ini tidak hanya guru terhadap siswa, tetapi juga siswa terhadap guru dan terhadap teman sendiri. Bagi siswa aktivitas bertanya adalah untuk menggali informasi, mengkomunikasikan apa yang telah diketahui, dan mengarahkan perhatian pada aspek yang belum diketahuinya. Di dalam proses pembelajaran di kelas dengan pendekatan kontekstual, dikondisikan terciptanya suasana saling belajar, siswa belajar dari guru, dari buku dan sumber informasi lainnya, dari sesama teman, serta guru belajar dari siswa, sehingga di dalam ruang kelas tersebut terjadi masyarakat belajar.
Pemodelan dalam pembelajaran dengan pendekatan kontekstual adalah sesuatu yang dapat ditiru oleh siswa untuk memudahkan, memperlancar, membang-kitkan ide dalam proses pembelajaran. Model dapat diperoleh dari guru, siswa, atau dari luar sekolah yang relevan dengan konteks dan materi yang sedang menjadi topik bahasan.
Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari, tentang apa yang sudah dilakukan masa lalu dan merupakan respon terhadap kejadian. Serta  aktivitas atau pengetahuan baru yang diterima atau dilakukan. Penilaian yang sebenarnya adalah proses pengumpulan berbagai data yang diperoleh dari kegiatan nyata yang dikerjakan siswa pada saat proses pembelajaran yang dapat memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Jadi, penilaian autentik adalah penilaian terhadap pengetahuan dan performansi yang diperoleh siswa selama aktivitas pembelajaran berlangsung. Seperti diketahui, sasaran belajar sains adalah membangun gagasan saintifik setelah para siswa berinteraksi dengan lingkungan, peristiwa, dan informasi dari sekitarnya. Pandangan konstruktivisme sebagai filosofi pendidikan sains mutakhir menganggap semua siswa memiliki gagasan atau pengetahuan tentang lingkungan, pengetahuan, fakta akan gejala alam disekitarnya, meskipun hal tersebut kadang terkesan naif dan miskonsepsi. Mereka (para siswa) seringkali mempertahankan gagasan atau pengetahuan naif tersebut secara kokoh, karena gagasan atau pengetahuan itu mengait dengan gagasan atau pengetahuan awal lainnya yang sudah lebih dulu dibangun dalam wujud struktur kognitifnya.
Menurut pandangan ini, kegiatan pembelajaran dimulai dari apa yang diketahui siswa, sehingga pembelajaran tidak dapat dilakukan dengan cara indoktrinasi gagasan atau pengetahuan saintifik supaya siswa mau mengganti dan memodifikasi gagasannya yang non saintifik menjadi gagasan atau pengetahuan yang saintifik. Dengan demikian, arsitek peubah gagasan atau pengetahuan dalam diri siswa adalah siswa sendiri. Sedangkan guru hanya berfungsi sebagai fasilitator, motivator, dan pembimbing yang menyediakan, mempermudah, bahkan kalau bisa mempercepat berlangsungnya proses belajar. Dalam proses konstruksi itu, menurut Von Glaserfeld (Jaskarti, 2002) diperlukan beberapa kemampuan sebagai berikut (1) kemampuan mengingat dan mengungkapkan kembali pengalaman, (2) kemampuan membandingkan, mengambil keputusan mengenai persamaan dan perbedaan, dan (3) kemampuan untuk lebih menyukai pengalaman yang satu daripada pengalaman yang lain.
Beberapa bentuk kondisi belajar yang sesuai dengan filosofi konstruktivisme adalah diskusi di mana siswa mau mengungkapkan gagasan, pengujian dan penelitian sederhana, demo serta  peragaan prosedur ilmiah, juga kegiatan lain yang memberi ruang kepada siswa untuk dapat mempertanyakan, memodifikasi, dan mempertajam gagasannya.
Dalam belajar secara konstruktif, para siswa mempunyai kesempatan untuk menyatakan, menguji, memodifikasi, dan juga meninggalkan ide-ide awal mereka yang sudah ada sebelumnya dan mengadopsi ide-ide baru. Melalui tugas-tugas dalam pelajaran sains yang dikaitkan dengan tingkat perkembangan intelektualnya, para siswa mempunyai kesempatan untuk memahami alam secara aktif dengan membangun pemahaman tentang fenomena alam melalui aktivitas nyata kehidupan sehari-hari
Menurut Carr, dkk (1989) konstruktivisme sebagai sebuah pendekatan dalam proses pembelajaran merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang dapat menjanjikan akan adanya perubahan pada hasil pembelajaran. Pendekatan konstruktivisme lebih menekankan pada siswa sebagai pusat pembelajaran, dan pendekatan seperti ini diharapkan dapat lebih merangsang dan memberi peluang kepada siswa untuk belajar, berpikir inovatif, dan mengembangkan potensinya secara optimal.
H.    Proses Pembelajaran Sains
Sains pada dasarnya mencari hubungan kausal antara gejala-gejala alam yang diamati. Oleh karena itu, proses pembelajaran sains seharusnya mengem-bangkan kemampuan bernalar dan berpikir sistematis selain kemampuan deklaratif yang selama ini dikembangkan. Salah satu inovasi sebagai salah satu usaha adalah mencari model-model pembelajaran sains yang memiliki kontribusi terhadap peningkatan mutu pendidikan sains.
Hal ini berarti, belajar sains tidak hanya belajar dalam wujud pengetahuan deklaratif berupa fakta, konsep, prinsip, hukum, tetapi juga belajar tentang pengetahuan prosedural berupa cara memperoleh informasi, cara sains dan teknologi bekerja, kebiasaan bekerja ilmiah, dan keterampilan berpikir. Belajar sains memfokuskan kegiatan pada penemuan dan pengolahan informasi melalui kegiatan mengamati, mengukur, mengajukan pertanyaan, mengklasifikasi, memecahkan masalah, dan sebagainya.
Pembelajaran sains menekankan pada pemberian pengalaman langsung. Dengan demikian, siswa perlu dibantu untuk mampu mengembangkan  sejumlah pengetahuan  yang menyangkut kerja ilmiah dan pemahaman konsep serta aplikasinya. Bahan kajian kerja ilmiah adalah :
1.      Mampu menggali pengetahuan melalui penyelidikan/penelitian,
2.      Mampu mengkomunikasikan pengetahuannya,
3.      Mampu mengembangkan keterampilan berpikir,
4.      Mampu mengembangkan sikap dan nilai ilmiah.
Selanjutnya, bahan kajian sains yang berkaitan dengan pemahaman konsep dan penerapannya adalah:
1.      Memiliki pengetahuan, pemahaman, dan aplikasinya tentang makhluk hidup dan proses kehidupan;
2.      Memiliki pengetahuan, pemahaman, dan aplikasinya tentang materi dan sifatnya;
3.      Memiliki pengetahuan, pemahaman, dan aplikasinya tentang energi dan perubahannya;
4.      Memiliki pengetahuan, pemahaman, dan aplikasinya tentang bumi dan alam semesta; serta memiliki pengetahuan, pemahaman, dan aplikasinya tentang hubungan antara sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat.
Keterampilan proses yang dapat dikembangkan dalam pembelajaran sains, diantaranya adalah keterampilan mengamati dengan seluruh indera, mengajukan hipotesis, menggunakan alat dan bahan secara benar dengan selalu mempertimbangkan keselamatan kerja, mengajukan pertanyaan, menggolongkan, menafsirkan, mengkomunikasikan, hasil temuan secara beragam, menggali dan memilah informasi faktual untuk menguji gagasan atau memecahkan masalah sehari-hari.
Prinsipnya pembelajaran sains, yaitu cara memberi tahu dan cara berbuat, akan membantu siswa untuk memperoleh pemahaman yang mendalam tentang alam sekitarnya dengan mendudukkan siswa sebagai pusat perhatian dalam  interaksi aktif dengan teman, lingkungan, dan nara sumber lainnya.
Oleh karena itu, hal-hal yang harus dipertimbangkan dalam mengembangkan pembelajaran sains seperti yang dikemukakan dalam Kurikulum Sains Berbasis Kompetensi, adalah :
1.          Empat pilar pendidikan dari Unesco,
2.          Inkuiri sains,
3.          Konstruktivisme,
4.          Sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat,
5.          Pemecahan masalah, serta
6.          Pembelajaran sains yang bermuatan nilai.

I.       Kerangka Berpikir dan Hipotesis
Pembelajaran sains yang dilaksanakan dengan model percobaan, akan mengantar pada proses belajar mengalami sehingga siswa akan lebih mudah memahami. Syarat yang harus dipenuhi oleh siswa adalah keterlibatan di dalam proses belajar secara aktif. Jika hal ini dipenuhi maka hipotesis dalam penelitian ini adalah melalui metode pembelajaran percobaan atau eksperimen dapat meningkatkan minat, aktifitas,
 dan kreatifitas siswa dalam proses belajar sehingga hasil belajar sains siswa dapat meningkat.

J.        Metode Pembelajaran Course Review Horay
Metode pembelajaran Course Review Horay adalah salah satu model pembelajaran yang bertujuan untuk mengaktifkan siswa dalam proses belajar, di sini siswa harus menjawab pertanyaan dengan benar sampai terbentuk sebuah garis horizontal, vertikal maupun diagonal. Tanda bahwa siswa telah menjawab pertanyaan dengan benar, berteriak “hore”, “selesai” atau yel-yel lainnya.  
Langkah-langkah yang biasa digunakan dalam Metode pembelajaran Course Review Horay adalah sebagai berikut:
1.      Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai
  1. Guru mendemonstrasikan/menyajikan materi
  2. Memberikan kesempatan siswa tanya jawab
  3. Untuk menguji pemahaman, siswa disuruh membuat kotak 9/16/25 sesuai dengan kebutuhan dan tiap kotak diisi angka sesuai dengan selera masing-masing siswa
  4. Guru membaca soal secara acak dan siswa menulis jawaban di dalam kotak yang nomornya disebutkan guru dan langsung didiskusikan, kalau benar diisi tanda benar (Ö) dan salah diisi tanda silang (x)
  5. Siswa yang sudah mendapat tanda Ö vertikal atau horisontal, atau diagonal harus berteriak horay … atau yel-yel lainnya
  6. Nilai siswa dihitung dari jawaban benar jumlah horay yang diperoleh
  7. Penutup
Di dalam setiap metode pembelajaran memiliki kelebihan dan kekurangan. Begitupula pada metode Course Review Horay. Berikut adalah kelebihan dan kekurangan metode Course Review Horay :
Kelebihan :
1.         Pembelajarannya menarik mendorong untuk dapat terjun ke dalamnya.
2.         Melatih kerjasama.
Kekurangan :
1.         Siswa aktif dan pasif nilainya disamakan.
2.         Adanya peluang untuk curan

BAB III
PELAKSANAAN PERBAIKAN

A.    Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VI semester I SD Negeri 01 Batulayar tahun pelajaran 2010/2011, pada pembelajaran IPA dan IPS dengan karakteristik siswa yang beragam, ada yang pintar, nakal, pendiam, bodoh, dll.
  
B.       Deskripsi Persiklus
Berikut ini prosedur pelaksanaan penelitian tindakan kelas adalah sebagai berikut .
1.      Perencanaan
Kegiatan yang dilakukan pada tahap perencanaan adalah:
a.       Membuat skenario pembelajaran sesuai dengan pendekatan kontekstual.
a.       Mempersiapkan materi yang akan diberikan selama pembelajaran dan membuat lembar kegiatan siswa
b.      Mempersiapkan lembar observasi untuk membantu kegiatan guru dan siswa selama proses pembelajaran berlangsung.
c.       Membuat alat evaluasi tes akhir setiap siklus
2.      Pelaksanaan
Dalam penelitian ini, guru pengajar sebagai peneliti melaksanakan skenario pembelajaran, sedangkan observer (yang melakukan pengamatan) dilakukan oleh seorang teman sejawat. Adapun langkah-langkah yang akan dilakukan antara lain :
a.       Menjelaskan kepada siswa mengenai model pembelajaran yang akan digunakan
b.      Menyampaikan materi
c.       Mengorientasikan siswa pada masalah
d.      Mengorganisasikan siswa untuk belajar
e.       Membimbing siswa melakukan penyelidikan secara kelompok Mengembangkan dan menyajikan hasil karya
f.       Menganalisis dan mengevaluasi hasil belajar siswa
3.      Observasi (Pengamatan)
Pada tahap ini observer mengobservasi pelaksanaan pembelajaran dengan pendekatan kontekstual yang sedang berlangsung pada setiap siklus, dengan menggunakan catatan lapangan dan analisis dokumen. Catatan lapangan berupa lembar observasi yang digunakan untuk mengobservasi aktivitas guru dan siswa serta mengidentifikasi kelebihan dan kekurangan dalam proses pembelajaran dengan pendekatan kontekstual.

C.    Teknik Pengumpulan Data
1.      Tes Kemampuan Awal (free test)
Tes kemampuan awal dilakukan sebelum tindakan pembelajaran dengan pendekatan kontekstual, sesuai dengan materi yang akan diajarkan, berbentuk soal uraian sebanyak 10 butir soal. Nilai dan tes kemampuan awal digunakan sebagai nilai dasar yang merupakan nilai patokan untuk mengetahui meningkat atau tidaknya nilai tes hasil belajar siswa pada siklus I.
2.      Observasi
Pelaksanaan observasi dalam penelitian ini meliputi observasi tahap pertemuan pada siklus I dan siklus II yang berpedoman pada lembar observasi
3.      Tes Hasil Belajar
Tes yang diberikan kepada siswa adalah tes berbentuk soal uraian sebanyak 5 butir soal sesuai dengan materi yang diajarkan
4.      Dokumentasi Nilai
      Dokumentasi nilai berupa nilai tugas siswa pada setiap pertemuan.

D.    Teknik Analisis Data
Data yang diperoleh berasal dari hasil observasi dan tes hasil belajar siswa, sehingga data yang diperoleh untuk setiap siklus dianalisis dalam dua tahap, yaitu:
1.      Rata-rata
Rata-rata digunakan untuk mengetahui hasil belajar siswa dalam satu kelas dan untuk mengetahui poin peningkatan hasil belajar dengan membandingkan rata-rata nilai hasil belajar masing-masing siklus dengan menggunakan rumus:
                  X =
(Pramudjono, 2000)
X =   Nilai rata-rata hasil belajar siswa pada setiap siklus
n  =   Banyaknya siswa
Persentase digunakan untuk menggambarkan peningkatan hasil belajar disetiap siklus dengan menggunakan rumus:
                 Persentase = x100%,
a =       Selisih poin skor rata-rata persentase siswa pada dua siklus
b =       Skor rata-rata persentase siswa pada siklus sebelumnya (Sudjana, 2002)

E.       Refleksi
Pada tahap ini, peneliti bersama observer mendiskusikan hasil tindakan pada siklus I dan silkus II yaitu melihat langkah-langkah yang sudah dicapai dan melihat kekurangan-kekurangan langkah-langkah/tindakan yang sudah dilakukan, yang nantinya diperbaiki pada siklus berikutnya.

BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A.      Pelajaran IPA
Penelitian tindakan kelas  ini terdiri atas dua siklus (putaran), setiap siklus terdiri dari tiga kali pertemuan. Pada setiap akhir siklus diberikan tes untuk mengetahui kemampuan siswa dalam memahami materi pelajaran yang telah disampaikan oleh guru, kemudian dianalisis untuk mengetahui sejauh mana peningkatan prestasi belajar IPA pada pokok bahasan energi listrik siswa per siklus, apabila permasalahan belum terselesaikan maka permasalahan tersebut akan diselesaikan ke siklus berikutnya. Analisis data dilakukan untuk memperoleh prestasi atau hasil belajar IPA pada pokok bahasan energi listrik setiap siklus dan untuk mengetahui kemampuan guru dan siswa dalam proses dengan pendekatan kontekstual. Nilai akhir hasil belajar IPA pada pokok bahasan energi listrik (nilai kelas) diperoleh dari rata-rata nilai tugas rumah dan prestasi  belajar atau hasil tes setiap akhir siklus.

Siklus I
Pada siklus pertama ini, hasil observasi menunjukkan yaitu pada   Aktivitas guru dinilai cukup baik, karena guru melalui model pembelajaran kontekstual mampu membimbing siswa dalam mengajar dengan menghubungkan pada kenyataan maupun masalah-masalah yang terjadi di dalam kehidupan sehari-hari siswa yang berhubungan dengan materi yang sedang diajarkan,  Selain itu guru telah banyak memberikan contoh-contoh soal dari kehidupan sehari-hari.
Pada pendekatan ini siswa diajak untuk berfikir kritis, memahami soal dan menjawab pertanyaan dengan benar. Aktifitas siswa pada pertemuan pertama masih kurang, karena masih ada siswa yang pasif dan tidak memperhatikan penjelasan guru, suasana kelas ribut dan juga sebagian siswa yang belum mengerti tidak berani bertanya. Sehingga berakibat beberapa siswa mengalami kesulitan dalam mengerjakan soal-soal yang diberikan. Permasalahan ini menimbulkan hasil belajar siswa yang tidak memuaskan. Siswa juga masih dalam masa penyesuaian penerapan pembelajaran dengan pendekatan kontekstual, sehingga guru belum bisa maksimal dalam membimbing siswa.
Menindaklanjuti permasalahan yang terjadi pada siklus I, maka peneliti bersama observer menentukan beberapa tindakan perbaikan yang akan dilaksanakan pada siklus II, antara lain :
1.      Guru memberikan penjelasan ulang mengenai model pembelajaran dengan pendekatan kontekstual, agar siswa terbiasa menggunakan model pembelajaran ini, terutama dalam langkah penyelesaian  masalah.
2.      Guru memotivasi dan membimbing siswa agar selalu menerapkan materi pembelajaran yang telah dipelajari disekolah dalam kehidupan sehari-hari kapan pun dan di mana pun.
3.      Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk selalu bertanya jika mengalami kesulitan dan menegur siswa yang ribut ketika pembelajaran berlangsung
4.      Guru membuat alokasi waktu dari setiap langkah yang dilakukan dalam pembelajaran kontekstual

Siklus II
Hasil observasi pada siklus II setelah guru melakukan tindakan perbaikan menunjukkan bahwa kegiatan pembelajaran sudah lebih baik daripada siklus I. Pembinaan guru terhadap siswa dinilai baik karena guru memotivasi siswa dan membimbing siswa atau kelompok yang mengalami kesulitan. Pengelolaan kelas sudah baik karena siswa sudah bisa tertib melaksanakan proses pembelajaran. Aktivitas siswa dalam pembelajaran dinilai baik karena partisipasi, dan perhatian siswa sudah mulai tampak. Siswa sudah mulai aktif dalam kegiatan belajar mengajar, diskusi kelas dan sudah berani bertanya jika ada materi yang tidak di mengerti. Penerapan pembelajaran dengan pendekatan kontekstual juga dinilai baik karena siswa sudah dapat melaksanakan langkah-langkah dalam pembelajaran yang harus dilakukan. Sehingga tidak ada lagi siswa yang mengalami kesulitan dalam memahami pelajaran, hal ini terlihat dari antusias siswa dalam menjawab pertanyan dari guru maupun pada saat diskusi, siswa jadi lebih mudah memahami materi yang diajarkan dan juga siswa jadi termotivasi untuk selalu mengaplikasikan materi yang dipelajarinya dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini dapat meningkatkan kreatifitas dan aktifitas siswa dalam kehidupan sehari-hari. Hasil belajar pada siklus II mengalami peningkatan dari berkriteria cukup menjadi berkriteria baik. Nilai rata-rata hasil belajar siswa pada siklus kedua mengalami peningkatan dari siklus I, yaitu dari 64,20  menjadi 75,28.
Pada siklus ini pencapaian hasil belajar diperoleh dengan hasil yang memuaskan, sehingga peneliti dan observer sepakat untuk menghentikan penelitian tindakan kelas ini pada siklus kedua.
Adapun kendala-kendala yang terjadi dalam pelaksanaan penerapan proses pembelajaran melalui pendekatan kontekstual ini pada siklus I dan siklus II yaitu :
  1. Beberapa siswa masih ada yang kesulitan dalam memahami materi pembelajaran karena siswa tersebut tidak memiliki buku pelajaran
  2. Masih ada siswa yang ragu-ragu dalam bertanya karena siswa tersebut kesulitan dalam menerapkan proses pembelajaran dalam kehidupan sehari-hari yang berakibat siswa tersebut kesulitan dalam memahami materi yang disampaikan oleh guru.

Tabel 1.1  Nilai Tugas, Nilai Tes Hasil Belajar, dan Nilai Akhir Hasil Belajar  Siswa (Nilai Kelas)

Siklus
Nilai Tugas
Nilai Tes
Nilai Akhir
I
64,75
62,35
64,20
II
74,67
73,79
75,28


Gambar 2.1  Grafik nilai rata-rata akhir siswa
Nilai ketuntasan siswa tiap siklus dapat dilihat pada grafik dibawah ini.
Gambar 2.2  Grafik ketuntasan belajar siswa


B.       Pelajaran IPS
                 Penelitian ini terdiri atas tiga siklus dan tiap siklus terdiri dari tiga kali pertemuan. Tes diberikan kepada siswa setiap akhir pertemuan/siklus.

Siklus I
Hasil observasi menunjukkan bahwa pembelajaran berlangsung cukup baik. Guru mampu menyampaikan materi dengan jelas,  menjelaskan materi pelajaran mengenai Peranan Indonesia di Era Global dan Perdagangan Internasional kepada siswa dengan lugas dan jelas. Guru bisa memberikan bimbingan kepada siswa yang belum memahami metode pembelajaran Course Review Horay dengan cukup baik walaupun tidak semua siswa mendapat bimbingan. Meskipun demikian, masih banyak siswa yang belum mengerti dan tidak bisa menjawab pertanyaan yang diberikan. Hasil proses pembelajaran dengan menggunakan Course Review Horay dapat dilihat pada tabel pengamatan berikut ini:

        Tabel 1.2  Hasil proses belajar siklus I
Nomor Soal
Jumlah Siswa yang Menjawab
Benar
Salah
Tidak Menjawab
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
25
23
24
25
23
20
30
21
15
19
5
5
8
8
10
7
3
10
8
5
3
5
1
-
-
6
-
2
10
9

Hasil rata-rata belajar siswa memang sedikit mengalami kenaikan, yaitu dari 62,73  menjadi 68,18. Akan tetapi sebagian besar kesalahan yang dilakukan oleh siswa adalah siswa kurang fokus dan masih bingung dalam menggunakan rumus. Secara umum hambatan yang dialami pada siklus ini adalah :
1.      Siswa kurang memperhatikan perintah guru dalam menjawab soal-soal yang diberikan guru
2.      Banyak siswa yang belum memahami jalannya metode pembelajaran Course Review Horay sehingga banyak yang bertanya-tanya dengan teman sebayanya.
3.      Masih banyak siswa yang lambat dalam menjawab pertanyaan sehingga terkadang tertinggal pada soal berikutnya. 
4.      Sebagian siswa ternyata sengaja tidak menjawab soal, mereka lebih senang mencontek jawaban siswa lainnya.
5.      Guru belum sepenuhnya memberikan bimbingan kepada siswa yang belum mengerti.
6.      Banyak dari siswa yang pasif terhadap permainan yang diberikan guru dalam menjalankan metode Course Review Horay.
7.      Hanya beberapa siswa saja yang terlihat semangat dalam mengikuti permainan dari metode Course Review Horay.
Walaupun masih menemui beberapa kendala dalam pelaksanaan pembelajaran tetapi hasil belaja siswa pada siklus I mengalami peningkatan dibandingkan nilai ulangan sebelumnya. Hal-hal yang telah dicapai pada siklus I adalah sebagai berikut:
1.      Siswa mulai tertarik mengikuti kegiatan yang ada disetiap pembelajaran
2.      Guru selalu membimbing siswa dalam menyelesaikan masalah yang terjadi
3.      Siswa lebih berani bertanya jika ada hal yang belum dimengerti.
Beberapa hal yang perlu diperbaiki selama proses pembelajaran, yaitu:
1.      Suasana kelas yang ribut pada saat siswa diminta bersama dengan teman kelompoknya maupun pada saat peralihan ke meja turnamen
2.      Ada sejumlah siswa dalam kelompoknya yang mendominasi menyelesaikan tugas sehingga teman yang lain terlihat pasif.
3.      Nilai rata-rata hasil belajar siswa masih dinilai cukup sehingga diperlukan tindakan pada siklus selanjutnya.
 Langkah perbaikan akan dilaksanakan pada siklus selanjutnya

Siklus II
Hasil proses pembelajaran dengan menggunakan Course Review Horay dapat dilihat pada tabel pengamatan berikut ini:


Tabel 1.3 Hasil Proses Belajar Siklus II
Nomor Soal
Jumlah Siswa yang Menjawab
Benar
Salah
Tidak Menjawab
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
29
25
26
25
23
20
28
25
25
25
4
8
4
2
8
5
2
5
8
6
-
-
3
6
2
8
3
3
-
2

Pada pertemuan  di siklus ini  materi yang disampaikan adalah bagaimana menjawab pertanyaan yang berkaitan dengan pengaruh adanya globalisasi di Indonesia. Tindakan perbaikan yang dilakukan pada siklus ini adalah :
1.      Peneliti (guru) menjelaskan kembali tentang model pembelajaran Course Review Horay  dan meminta siswa agar benar-benar memahami materi/sub bab yang menjadi kewajibannya agar siswa tersebut tidak mengalami kesulitan ketika harus menjawab soal serta menekankan pada siswa bahwa tanggung jawab serta kerja sama dalam menjalankan metode Course Review Horay sangat dibutuhkan.
2.      Guru menekankan kembali kepada siswa untuk lebih serius pada saat proses belajar mengajar berlangsung.
3.      Lebih memotivasi siswa dalam menerima pelajaran.        
4.      Bimbingan guru terhadap siswa harus ditingkatkan dan menegur siswa yang ketahuan melihat jawaban/mencontek jawaban temannya.
5.      Memberikan pujian dan nilai tambah bagi siswa yang menjawab pertanyaan dengan cepat dan benar.
Hasil observasi menunjukkan bahwa aktivitas siswa masih sama dengan siklus II yang dinilai cukup walaupun ada indikator yang meningkat. Perhatian siswa dinilai baik, karena siswa mau mendengarkan penjelasan dari guru, bertanya apabila penjelasan yang belum dipahami dan mulai dapat mencapai indikator yang diinginkan. Partisipasi, pemahaman, materi pembelajaran di kelas dinilai baik, karena siswa mulai mau mengerjakan soal, termotivasi dalam mengerjakan pertanyaan-pertanyaan yang diberikan.
Pada pembelajaran Course Review Horay, banyak siswa yang bisa menjawab dengan benar dan ada pula siswa yang tidak bisa menjawab, bagi siswa yang tidak bisa menjawab biasanya langsung terdiam dan soal tersebut dilempar kapada teman mereka. Pada pembelajaran Course Review Horay, siswa membentuk barisan secara vertikal maupun diagonal. Siswa wajib menjawab soal secara individu bukan kelompok dan soal-soal tersebut diberikan oleh guru dan diberikan secara acak kepada siswa. Bagi siswa yang bisa terus menjawab langsung berteriak “hore” dan siswa sangat antusia saat menjawab walaupun terkadang jawaban dari siswa ada yang kurang tepat. Tapi minat siswa terhadap pembelajaran Course Review Horay sangat terlihat jelas.
Aktivitas guru dinilai baik, karena guru mampu menyajikan materi dengan baik, mampu membimbing siswa dengan baik apabila ada siswa yang mengalami kesulitan dalam mengerjakan soal-soal latihan.
Pelaksanaan pembelajaran siklus II mengalami perubahan menjadi lebih baik dari siklus I. Hal ini dapat dilihat dari adanya peningkatan rata-rata hasil belajar siswa pada siklus kedua yakni dari 71,21 naik menjadi 76,06. Berdasarkan kenyataan yang ada maka persentase peningkatan nilai rata-rata dari siklus I ke siklus II sebesar 12,34%.
Hal-hal yang telah dicapai pada siklus II, yaitu:
1.      Siswa mulai mau memberikan pendapat, termotivasi dalam mengerjakan tugas, mau memberikan tanggapan terhadap pendapat orang lain, dan mau bekerjasama dengan siswa lain.
2.      Siswa lebih antusias pada saat proses pembelajaran sehingga dapat memotivasi siswa untuk berkompetisi lebih baik.
3.      Nilai rata-rata hasil belajar sains siswa mengalami peningkatan dari siklus sebelumnya.
Adapun hal-hal yang perlu diperbaiki dalam kegiatan pembelajaran pada siklus selanjutnya adalah sebagai berikut:
1.      Masih ada siswa yang tidak dapat diajak berkooperatif pada saat pembelajaran
2.      Walaupun mengalami peningkatan tapi nilai rata-rata hasil belajar sains siswa masih dinilai cukup sehingga diperlukan tindakan pada siklus selanjutnya.
Berdasarkan masalah yang dihadapi pada siklus II belum terselesaikan, maka peneliti (guru) beserta observer (teman sejawat) sepakat untuk melanjutkan siklus ketiga sehingga diperoleh hasil yang maksimal.

Siklus III
Hasil proses pembelajaran dengan menggunakan Course Review Horay dapat dilihat pada tabel pengamatan berikut ini:
  Tabel 1.4 Hasil proses pembelajaran siklus III
Nomor Soal
Jumlah Siswa yang Menjawab
Benar
Salah
Tidak Menjawab
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
29
25
27
28
24
25
28
26
25
25
4
8
6
2
5
3
5
5
5
6
-
-

3
4
5
-
2
3
2

Grafik  peningkatan Hasil Belajar dapat dilihat pada grafik berikut ini :
    Grafik 1.1 Nilai rata-rata hasil belajar siswa

Hal-hal yang telah dicapai pada siklus III, yaitu :
1.      Antusias siswa terlihat dalam menjawab pertanyaan dan berusaha untuk lebih cepat menjawab dari siswa lainnya.
2.      Ada peningkatan dalam memahami materi yang menjadi kewajibannya.
3.      Siswa terlihat menikmati proses belajar mengajar karena siswa telah memahami tata cara metode pembelajaran Course Review Horay.
4.      Siswa terlihat menyimak soal dengan seksama dan menjawab soal, walaupun masih beberapa siswa yang agak terlambat menjawab.
5.      Nilai rata-rata hasil belajar IPS pada pokok bahasan Peranan Indonesia di Era Global dan Perdagangan Internasional siswa mengalami peningkatan dari 68,18 pada siklus I menjadi 76,06 pada siklus II sedangkan pada siklus III mencapai nilai rata-rata sebesar 79,39.
6.      Siswa termotivasi untuk mendapatkan nilai dari apa yang mereka kerjakan sendiri, walaupun masih ada beberapa siswa yang masih mencoba melihat jawaban temannya, karena takut salah dalam menjawab pertanyaan yang diberikan.


BAB V
Kesimpulan dan saran

*      Pembelajaran ipa
A.    Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pembelajaran pendekatan kontekstual dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Nilai rata-rata akhir hasil belajar siswa pada siklus I yaitu sebesar 64,20 , sedangkan pada siklus II nilai rata-rata akhir yaitu sebesar 75,28 hal ini berarti mengalami peningkatan nilai rata-rata akhir siswa yaitu sebesar 17,26% dari siklus I.
B.     Saran
Saran-saran yang perlu penulis sebagai guru kelas ajukan sehubungan dengan manfaat hasil penelitian yang diharapkan, yaitu
            1.      Dalam menerapkan model pembelajaran melalui pendekatan CTL setiap siswa sebaiknya memiliki kesiapan untuk menerima pelajaran agar konsep yang akan diajarkan dapat dipelajari dengan lancar oleh siswa.
            2.      Disarankan kepada guru agar dapat berupaya secara mendiri untuk selalu meningkatkan kinerjanya sebagai guru profesional dengan melakukan penelitian tindakan kelas dan dapat menerapkan metode-metode yang efektif untuk memperlancar proses pembelajaran sehingga nilai hasil belajar siswa dapat memuaskan.
            3.      Disarankan kepada kepala sekolah agar melakukan pemantapan kegiatan guru untuk melihat kemungkinan kesulitan di kelas, dan mendiskusikannya sehingga dapat ditangani secara bersama serta diharapkan kepada para kepala sekolah agar mengajak dan menganjurkan para kolega guru di sekolahnya masing-masing untuk melakukan penelitian tindakan kelas.

*      Pembelajaran IPS
A.  Kesimpulan
Penelitian tindakan kelas dengan model pembelajaran Course Review Horay telah dapat membantu siswa kelas VI SD Negeri 01 Batulayar untuk dapat meningkatkan hasil belajarnya maupun pemahaman pada materi pelajaran Peranan Indonesia di Era Global dan Perdagangan Internasional. Melalui model pembelajaran ini, disamping hasil belajar siswa meningkat yaitu 68,18 pada siklus pertama menjadi 76,06 pada siklus kedua. Sedangkan pada siklus III nilai rata-rata mencapai 79,39.  Juga  meningkatkan pemahaman dan keinginan untuk lebih berhasil terlihat  semakin  meningkat.

2.   Saran
Lebih baik metode pembelajaran Course Review Horay diterapkan secara optimal dalam proses belajar mengajar agar siswa bisa terus berusaha  meningkatkan hasil belajar. Jika tidak optimal maka dapat menggunakan metode atau model pembelajaran yang lainnya yang lebih efektif dan optimal.


daftar pustaka

Darwis, M. 2008. Jurnal Pembelajaran Sains. Vol. II No. 2. 146-156

Djamarah. 2003. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Rineka Cipta

Dimiyanti, S. dan Mujiono. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Rineka Cipta

Herman, H. 2002. Murid Belajar Mandiri. Bandung : Remaja Karya

Hudoyo, H. 1998. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Depdikbud Direktorat Jendral P2LPTK

Ismail. 2003. Media Pembelajaran (Model-Model Pembelajaran). Jakarta : Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama

Kasbolah, K.E., 1998. Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Jakarta : IBRD Loan Depdikbud

Kasihani dan Rofi’uddin.1998. Rancangan Penelitian Tindakan. Malang : DepDikBud IKP

Mulyadi Hp dan Sri Wasono Widodo. 2008. Ayo Belajar Sambil Bermain Ilmu Pengetahuan Sosial Untuk SD/MI Kelas VI. Jakarta : Pusat Perbukuan

Nurhadi dan Senduk, A.G., 2004. Pembelajaran Kontekstual dan Penerapan Dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi. Malang : Universitas Negeri Madang

Pramudjono, 2001. Statistik Dasar Aplikasi Untuk Penelitian . Samarinda: FKIP Universitas Mulawarman



















DAFTAR LAMPIRAN



Lampiran 1

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (Siklus I)
Mata Pelajaran              :       IPA
Satuan Pendidikan        :       SD
Kelas / semester             :       VI / 1
Pokok Bahasan             :       Energi Listrik
Sub Pokok Bahasan     :       Listrik statis dan Listrik Dinamis
Alokasi Waktu               :       2 x 35 menit

A.   Standar Kompetensi   :        Memahami pentingnya penghematan energi
B.   Kompetensi Dasar       :        Mengidentifikasi kegunaan energi listrik dan berpartisipasi dalam penghematannya dalam kehidupan sehari-hari
C. Indikator                       :        Memahami konsep energi statis dalam kehidupan sehari-hari
D.   Materi Pembelajaran
1.   Apersepsi
Sebelum mempelajari tentang energi listrik guru mengulas materi yang telah diajarkan atau yang berkaitan dengan materi  yang akan diajarkan serta mengaitkannya dalam kehidupan sehari-hari.

2.   Materi Inti
Listrik sangat dibutuhkan manusia dalam kehidupannya. Secara garis besar, energi listrik dibedakan menjadi dua, yaitu listrik statis dan listrik dinamis. Kedua jenis listrik tersebut menghasilkan energi listrik. Energi listrik dihasilkan oleh sumber energi listrik. Contohnya, air, angin, sinar matahari, dan bahan kimia. Dalam pemakaiannya, energi listrik mengalami perpindahan dan perubahan bentuk. Perpindahan dan perubahan bentuk energi listrik terjadi pada alat listrik yang terhubung dengan sumber listrik.
a.      Listrik Statis
Dekatkan tangan kalian ke layar televisi yang baru dimatikan. Amatilah rambut pada tangan kalian tersebut. Apa yang terjadi? Rambut di tangan kalian tampak berdiri, bukan? Peristiwa itu terjadi karena adanya gejala listrik statis. Gejala listrik statis juga terjadi pada penggaris mika.
serpihan kertas mendekati penggaris. Bahkan, ada yang menempel di penggaris. Demikian pula ketika penggaris didekatkan ke tangan. Rambut di tangan berdiri dan tertarik ke penggaris, bukan? Bagaimanakah hal itu terjadi? Setiap benda mempunyai ribuan muatan listrik. Muatan listrik ada dua macam, yaitu muatan positif (proton) dan muatan negatif (elektron). Benda dengan jumlah proton dan elektron sama disebut benda netral. Ada pula benda bermuatan positif maupun bermuatan negatif. Benda bermuatan positif jika jumlah proton lebih banyak daripada elektron. Benda bermuatan negatif jika jumlah elektron lebih banyak daripada proton.
E.     Metode Pembelajaran
Diskusi kelompok (Ceramah digunakan ketika menjelaskan materi yang akan disampaikan kemudian guru membentuk kelompok-kelompok kecil pada saat proses pembelajaran berlangsung, dan pemberian tugas digunakan pada saat latihan-latihan soal dan memberikan pekerjaan rumah ).
F.     Sarana dan Sumber Belajar     
1.      Sarana dan Prasarana :  Alat-alat listrik
2.      Sumber : Buku IPA  Kelas VI Untuk SD/MI (Suhartanti.,Dwi.dkk. 2008. Ilmu Pengetahuan Alam untuk Kelas VI SD/MI. Jakarta : Pusat Perbukuan)
G.    Kegiatan Pembelajaran
1.      Pendahuluan
a.        Guru melakukan tugas rutin pada awal pembelajaran
b.        Guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan menginformasikan pembelajaran yang akan digunakan, yaitu menggunakan pendekatan kontekstual.
c.        Guru menginformasikan materi yang akan dibahas, yaitu listrik statis, listrik dinamis, rangkaian  listrik dan sumber energi listrik.
d.       Guru mengadakan apersepsi yang berkaitan dengan materi
2.      Kegiatan Inti
a.       Guru membentuk siswa dalam kelompok-kelompok kecil untuk memudahkan guru dalam menyampaikan materi pembelajaran dan mempermudah pemahaman siswa.
b.      Guru menyampaikan materi pembelajaran.
c.       Guru mengorientasikan kepada siswa terhadap suatu masalah
d.      Guru mengorganisasikan siswa untuk belajar secara kelompok Mengembangkan dan menyajikan hasil karya
3.      Penutup
a.        Guru menuntun siswa untuk menyimpulkan materi pelajaran yang telah disampaikan
b.        Guru memberikan tugas rumah
c.        Guru melakukan tugas rutin pada akhir pelajaran

H.    Evaluasi
1.               Jenis: tertulis dan lisan.
2.               Prosedur:   a.Penilaian dalam proses belajar.
                                    b.Penilaian pada akhir pembelajaran.
3.               Alat Evaluasi

Soal
1.      Sebutkan dua muatan yang terdapat pada suatu benda?
2.      Benda bermuatan positif jika...
3.      Benda bermuatan negatif jika...
4.      Apa yang dimaksud dengan listrik statis? dan berikan contohnya!
5.      Apa yang dimaksud dengan listrik dinamis? Dan berikan contohnya!

Kunci Jawaban Lembar Kerja Siswa Siklus I
1.      Muatan yang terdapat pada suatu benda yaitu :
a.       Muatan Positif (Proton)
b.      Muatan Negatif (Neutron)
2.      Benda bermuatan positif jika jumlah proton lebih banyak daripada elektron
3.      Benda bermuatan negatif jika jumlah elektron lebih banyak daripada proton.
4.      Listrik statis yaitu gejala kelistrikan dimana yang terjadi karena perbedaan muatan antara benda yang satu dengan yang lainnya. Contohnya adalah penggaris yang digosok-gosokkan pada rambut dapat menarik partikel kertas. Karena terjadi perbedaan muata antara kertas dan muatan pada penggaris yang digoso-gosokkan.elektron yang bekerja pada listrik ini tidak mengalir secara terus menerus.
5.      Listrik dinamis yaitu gejala kelistrikkan dimana elektron mengalir secara terus menerus yang bersumber dari satu sumber listrik. Contohnya adalh baterai, akumulator,dll.


Lampiran 2

Lembar  Observasi Pelaksanaan Pembelajaran Siklus I

Nama                           :  Muhamad Ziad
Sekolah / Kelas           :  SD Negeri 01 Batulayar / VI
Tanggal                       :  17 Oktober 2010
Siklus                          :  I

    
No
Aspek Observasi
Hasil
Keterangan
1
Aktivitas Siswa
 
Lingkarilah angka-angka yang ada disamping sesuai kemampuan :
5= Sangat Mampu
4= Mampu
3= Cukup
2= Kurang
1= Sangat Kurang


a. Perhatian Siswa
5      4      3      2      1

b. Partisipasi Siswa
5      4      3      2      1

c. Pemahaman Siswa
5      4      3      2      1

d. Kerja Sama Siswa
5      4      3      2      1
2
Aktivitas Guru
 

a. Penyajian Materi
5      4      3      2      1

b. Mengorientasikan siswa
5      4      3      2      1

c. Kemampuan Memotivasi Siswa
5      4      3      2      1

d. Membimbing Siswa
5      4      3      2      1

Tidak ada komentar:

Posting Komentar