BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Peningkatan
belajar siswa sangat tergantung pada penguasaan serta teknik mengajar guru
dalam kegiatan pembelajaran. Semua itu dapat terwujud apabila keterlibatan
siswa dalam proses pembelajaran itu sendiri. Apabila siswa antusias dan dapat
bekerja sama dengan baik maka akan berdampak baik pada akhir belajar yaitu
dengan meningkatnya hasil belajar siswa di kelas. Keseriusan siswa dalam
mengikuti kegiatan belajar mengajar dan tanggung jawab siswa dalam mengikuti
pelajaran serta menyelesaikan tugas-tugas sekolah dapat dilihat dari hasil
belajar yang diraih oleh siswa tersebut. Proses belajar mengajar yang terlalu
serius juga cenderung membosankan, banyak siswa yang mengeluh, mengantuk, tidak
mengerti apa yang dijelaskan guru dan sebagainya. Di dalam kegiatan belajar
mengajar harus diimbangi dengan canda tawa serta permainan-permainan yang
diberikan oleh guru untuk meningkatkan semangat siswa dalam menerima semua
materi yang akan disampaikan guru (Krismanto, 2000)
Sudjana
(1991) mengemukakan bahwa ”proses belajar mengajar yang dialami oleh siswa
selalu menghasilkan perubahan-perubahan, baik pengetahuan, pemahaman, nilai,
kebiasaan, kecakapan, sikap, dan keterampilan. Perubahan-perubahan tersebut
akan tampak pada hasil belajar yang diraih oleh siswa terhadap persoalan atau
tes yang diberikan oleh guru kepada siswa tersebut. Tes hasil belajar biasanya
dilakukan pada saat materi yang diberikan telah selesai atau pada saat
pembelajaran berlangsung dengan melakukan tanya jawab kepada siswa secara
langsung”.
Pada saat
kegiatan belajar mengajar di lapangan, tidak semua siswa benar-benar serius
dalam mengikuti kegiatan tersebut. Banyak siswa menganggap kegiatan belajar
sebagai suatu beban dan menganggap IPS dan IPA merupakan pelajaran yang amat
sulit. Siswa tidak menemukan kesadaran untuk belajar dan mengerjakan seluruh
tugas-tugas sekolah. Dalam kegiatan belajar mengajar pun siswa tidak terlibat
aktif dan positif. Tak jarang ditemukan suatu kelas yang hampir separuh siswa
dalam kelas tersebut tidak serius dalam mengikuti pembelajaran. Dan tak jarang
pula ditemukan siswa yang terkantuk-kantuk ketika mengikuti kegiatan
pembelajaran.
Masalah
yang sering terjadi juga adalah siswa kurang terlibat karena takut salah, takut
ditertawakan, atau takut dianggap kurang baik serta diremehkan teman-temannya.
Hal ini dapat menyebabkan siswa menjadi kurang percaya diri serta tidak
mempunyai inisiatif dan kontributif baik secara intelektual maupun emosional.
Pertanyaan dari siswa, gagasan, ataupun pendapat jarang muncul. Kalaupun ada
pendapat yang muncul, jarang diikuti oleh gagasan lain sebagai respon.
Rendahnya
partisipasi siswa ini dipengaruhi oleh banyak sebab. Pengaruh tersebut dapat
datang dari luar individu maupun dari dalam individu sendiri. Salah satu faktor
dari luar adalah faktor sosial seperti lingkungan keluarga, sekolah, dan
masyarakat. Sedangkan faktor dari dalam individu di antaranya adalah semangat
dan motivasi siswa dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar (Djamarah, 1994).
Rendahnya
partisipasi dan pemahaman siswa ini mungkin terjadi pada proses pembelajaran
sebelumnya yaitu pada pokok bahasan Bencana Alam yang pada tes hasil belajar
hanya mencapai rata-rata kelas sebesar 62,73.
Masalah
dalam kegiatan belajar mengajar tersebut tidak dapat dibiarkan begitu saja.
Salah satu usaha untuk mengatasinya adalah dengan membangkitkan motivasi dan
minat siswa melalui kegiatan belajar mengajar yang menarik. Guru perlu
menerapkan suatu model pembelajaran yang tepat, salah satunya adalah model
pembelajaran Course Review Horay.
Dengan
model pembelajaran ini diharapkan dapat mengubah keadaan kelas yang tidak
efektif bagi kegiatan pembelajaran menjadi kelas yang kondusif bagi kegiatan pembelajaran serta mampu
membuat siswa senang dan bermain-main sambil belajar terhadap mata pelajaran
tersebut.
Dalam upaya
meningkatkan kemampuan dalam memahami materi pembelajaran IPA seperti yang
diharapkan, guru perlu mempersiapkan dan mengatur strategi penyampaian materi
IPA kepada siswa. Hal ini dilakukan selain untuk mempersiapkan pedoman bagi
guru dalam penyampaian materi, juga agar setiap langkah kegiatan pencapaian
kompetensi untuk siswa dapat dilakukan secara bertahap, sehingga diperoleh
hasil pembelajaran IPA yang optimal.
Untuk
melaksanakan pembelajaran IPA seperti di atas, diperlukan beberapa kecakapan
guru untuk memilihkan suatu model pembelajaran yang tepat, baik untuk materi
ataupun situasi dan kondisi pembelajaran saat itu. Sehingga pembelajaran
tersebut dapat merangsang siswa untuk memperoleh kompetensi yang diharapkan.
Dengan demikian siswa mampu menyelesaikan berbagai permasalahan baik dalam
pelajaran ataupun dalam kehidupan sehari-hari .
Konon dalam
pelaksanaan pembelajaran IPA sekarang ini pada umumnya guru masih mendominasi
kelas, siswa pasif (datang, duduk, nonton, berlatih,dan lupa). Guru
memberitahukan konsep, siswa menerima bahan jadi. Demikian juga dalam latihan,
dari tahun ke tahun soal yang diberikan adalah soal yang itu-itu juga tidak
bervariasi, hanya berkisar pada pertanyaan apa, berapa, tentukan, selesaikan.
Jarang sekali bertanya dengan menggunakan kata mengapa, bagaimana, darimana,
atau kapan.
Untuk
mengikuti pembelajaran di sekolah, kebanyakan siswa tidak siap terlebih dahulu
dengan (minimal) membaca bahan yang akan dipelajari, siswa datang tanpa bekal
pengetahuan seperti membawa wadah kosong. Lebih parah lagi, mereka tidak
menyadari tujuan belajar yang sebenarnya, tidak mengetahui manfaat belajar bagi
masa depannya nanti. Mereka memandang belajar adalah suatu kewajiban yang
dipikul atas perintah orang tua, guru, atau lingkungannya. Belum memandang
belajar sebagai suatu kebutuhan.
Dampak dari
kedua hal di atas, bagi siswa adalah tidak merasakan nikmatnya (enjoy)
belajar, belajar hanya sekedar melaksanakan kewajiban malahan seringkali
terlihat karena keterpaksaan. Ditambah lagi materi IPA susah (abstrak) dan
seringkali dibuat susah, suasana pembelajaran IPA yang monoton, penuh
ketegangan, banyak tugas, nilainya jelek lagi. Begitu pula, dengan kondisi di
luar kelas, suasana rumah tidak nyaman, fasilitas belajar kurang, lingkungan
kehidupannya tidak kondusif. Lengkaplah penunjang kegagalan belajar.
Pendekatan
kontekstual dalam pembelajaran IPA, merupakan usaha untuk mengubah kondisi di
atas, yaitu dengan membuat skenario pembelajaran yang dimulai dari konteks
kehidupan nyata siswa (daily life). Selanjutnya guru memfasilitasi
siswa untuk mengangkat objek dalam kehidupan nyata itu ke dalam konsep
pembelajaran IPA, melalui tanya-jawab, diskusi, inkuiri, sehingga siswa dapat
mengkontruksi konsep tersebut dalam pikirannya. Dengan demikian siswa
belajar melalui ‘doing math, hands on – activity’. Penerapan
pendekatan kontekstual sejalan dengan tumbuh-kembangnya IPA itu sendiri dan
ilmu pengetahuan secara umum. Dengan menggunakan pendekatan Kontekstual diharapkan
guru dapat menggunakan dan mengoptimalkan pengalaman kehidupan sehari-hari
siswa untuk mengembangkan kemampuan siswa dalam bernalar sehingga meningkatkan
kreatifitas, mengembangkan bakat dan meningkatkan hasil belajar siswa.
a) Identifikasi Masalah
Mengidentifikasi masalah dilakukan dengan bantuan teman
sejawat. Hasil identifikasi terhadap kekurangan dari pembelajaran terungkap beberapa masalah, di antaranya:
1. Sebagian siswa acuh tah acuh terhadap
pelajaran.
2. Sebagian siswa
tidak mau mengerjakan tugas yang diberikan guru di ke las.
3. Hanya sebagian kecil siswa yang
mengerjakan soal-soal.
4. Tingkat penguasaan siswa terhadap
materi pelajaran masih rendah.
Dari sekian banyak masalah yang teridentifikasi maka teman
sejawat
dan peneliti berusaha agar proses perbaikan berjalan secara efektif dan mengenai sasaran perbaikan.
b) Analisis Masalah
Berdasarkan
masalah yang teridentifikasi dari hasil diskusi penulis dengan teman sejawat
diketahui beberapa faktor .yang menyebabkan siswa kurang menguasai
materi pelajaran adalah:
Mata Pelajaran IPA
1)
Kurangnya
perhatian siswa ketika pelajaran berlangsung.
2)
Pelajaran
IPA membosankan bagi sebagian siswa.
3)
Siswa merasa minder untuk bertanya
tentang materi yang belum dimengerti.
Dari hasil temuan tersebut diputuskan bahwa yang menjadi fokus perhatian perbaikan pada
pelajaran IPA adalah:
1)
Guru harus banyak memberikan motivasi kepada
siswa, sehingga siswa lebih aktif dan tertarik pada pelajaran khususnya
pokok bahasan perkalian.
2)
Guru harus memberikan penekanan atau penjelasan yang berulangulang
tentang pokok bahasan energi listrik.
3)
Menggunakan pendekatan kontekstual
Mata Pelajaran IPS
1)
Penjelasan
guru yang terlalu cepat.
2)
Kurangnya
motivasi yang diberikan guru sehingga siswa acuh tak acuh
dalam menerima pelajaran.
3)
Perhatian guru yang kurang merata,
lebih terpusat pada siswa yang, lebih mampu.
Dan hasil temuan tersebut, yang menjadi
fokus perbaikan pada pelajaran IPS adalah:
1)
Penjelasan guru
sebaiknya lebih rinci dengan contoh yang lebih konkret
dalam kehidupan sehari-hari
2)
Menggunakan
metode Course Review
Horay
3)
Memberikan
perhatian yang merata terhadap seluruh siswa termasuk
yang kurang mampu.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
“Apakah penerapan pembelajaran melalui
pendekatan kontekstual dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas VI SD
Negeri 01 Batulayar ?”.
“Apakah
dengan metode Course Review Horay dapat meningkatkan partisipasi dan hasil
belajar serta pemahaman siswa terhadap pelajaran IPS siswa kelas VI SD
Negeri 01 Batulayar ? “.
C.
Tujuan Penelitian
Tujuan
dilaksanakan penelitian ini adalah untuk meningkatkan hasil belajar siswa kelas
VI SD Negeri 01 Batulayar
dalam pelajaran IPS pada materi Peranan Indonesia di Era Global dan Perdagangan Internasional, serta dalam pelajaran IPA pada materi pokok
bahasan energi listrik.
D.
Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari
penelitian ini adalah:
1. Bagi siswa: dapat meningkatkan partisipasi
aktif dalam belajar, mengubah pola pikir siswa dalam pelajaran IPS dan IPA, dan
siswa dapat menguasai materi pelajaran IPS dan IPA sehingga dapat meningkatkan
hasil belajarnya serta terbinanya kerjasama yang baik antar guru dan siswa.
2. Bagi guru: untuk dapat menerapkan metode
pengajaran yang tepat dengan menyesuaikan materi yang disamapikan denga metode
atau model pembelajaran yang akan dipakai guna meningkatkan hasil belajar
siswa.
3. Bagi Sekolah: dari hasil penelitian ini
akan memberikan sumbangan yang lebih baik pada sekolah dalam rangka perbaikan
pembelajaran yang akan dilaksanakan di sekolah.
4.
Bagi peneliti: sebagai dasar dan
perbandingan untuk penelitian selanjutnya.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A.
Pengertian Belajar
Menurut pengertian secara psikologis, belajar merupakan suatu proses perubahan yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari
interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Belajar juga
dapat didefinisikan sebagai suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai
hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya (Slameto,
2003).
Gagne dan Berliner dalam Dimyati dan Mudjiono (2006) mengungkapkan bahawa
belajar didefinisikan sebagai suatu proses yang membuat seseorang mengalami
perubahan tingkah laku, sebagai hasil dari pengalaman yang diperolehnya.
Hamalik (2003), belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan
melalui pengalaman. Menurut pengertian ini, belajar merupakan suatu proses,
suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan.
Sardiman (2003), belajar adalah suatu proses yang kompleks
yang terjadi pada semua orang dan berlangsung seumur hidup, sejak ia masih bayi
hingga ke liang lahat nanti. Salah satu pertanda bahwa seseorang telah belajar
sesuatu adalah adanya perubahan tingkah laku dalam dirinya. Perubahan tingkah
laku tersebut menyangkut baik perubahan yang bersifat pengetahuan (kognitif)
dan keterampilan (psikomotor) maupun yang menyangkut nilai dan sikap (afektif).
Dari pendapat ini juga menekankan suatu indikator belajar dengan adanya
perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar.
Dari beberapa pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa belajar
sebagai suatu usaha seseorang untuk mengubah tingkah lakunya melalui pengalaman
dan interaksi dnegan lingkungan yang dilakukan secara sadar, terarah dan bertujuan.
Jadi belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku yang menyeluruh dari
pengalamannya sendiri, dan sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya.
B.
Pengajaran
Pengajaran adalah suatu proses belajar-mengajar. Di dalamnya ada dua subjek yaitu guru dan peserta didik. Tugas
dan tanggung jawab utama seorang guru atau pengajar adalah mengelola pengajaran
serta lebih efektif, dinamis, efisien dan positif sehingga peserta didik
sebagai yang mengalami dan terlibat aktif untuk memperoleh perubahan diri dalam
pengajaran. Adapun yang harus dimiliki oleh seorang guru agar pengajaran
berjalan lebih efektif, dinamis, efisien dan positif (A. Rohani, 1995) adalah:
1.
Penguasaan bahan pengajaran
2.
Penggunaan bahasa
3.
Penggunaan metode pengajaran
4.
Penggunaan alat-alat atau media pengajaran
5.
Memahami peserta didik
6.
Menaruh minat terhadap peserta didik
7.
Tidak membeda-bedakan peserta didik
8.
Memberikan tugas-tugas yang sesuai
9.
Adil dalam memberikan angka
10. Memiliki rasa humor
11. Kerapian berpakaian
12. Menguasai keterlibatan
kelas
13. Keefektifitasan mengajar
C.
Hasil Belajar
Sumadi S (1991), mengemukakan hal-hal pokok dalam belajar adalah membawa
perubahan, yang pada pokoknya didapat kecakapan baru sehingga menghasilkan
sesuatu karena usaha. Menurut Slameto(1998), tes hasil adalah sekelompok
pertanyaan berbentuk lisan maupun tulisan yang harus dijawab atau diselesaikan
oleh siswa dengan tujuan mengukur kemajuan belajar siswa. Jadi dari kedua
pendapat di atas dapat diambil kesimpulan bahwa yang dimaksud hasil belajar dalam
penelitian ini adalah perubahan yang dicapai siswa setelah melakukan kegiatan
belajar mengajar khususnya dalam pelajaran IPS yang menimbulkan nilai tertentu
yang didapat dari hasil belajar dan diukur dengan rata-rata dari hasil tes yang
diberikan.
D.
Model Pembelajaran
Model diartikan sebagai kerangka konseptual yang digunakan
sebagai pedoman dalam melakukan suatu aktivitas tertentu. Dalam
pengertian lain, model diartikan sebagai barang tiruan, metafor, atau kiasan
yang dirumuskan. Pouwer menerangkan tentang model dengan anggapan seperti
kiasan yang dirumuskan secara eksplisit yang mengandung sejumlah unsur yang
saling tergantung. Sebagai metafora model tidak pernah dipandang sebagai
bagian dari data yang diwakili. Ia menjelaskan fenomena dalam bentuk yang
tidak seperti biasanya dirasakan. Setiap model diperlukan untuk
menjelaskan sesuatu yang lebih atau berbeda dari data. Syarat ini bisa
dipenuhi dengan menyajikan data dalam bentuk: ringkasan (type, diagram),
konfigurasi (structure), korelasi (pola), idealisasi, dan kombinasi dari
keempatnya. Jadi model merupakan kiasan yang padat yang bermanfaat bagi
pembanding hubungan antara data terpilih dengan hubungan antara unsur terpilih
dari suatu konstruksi logis. (Pouwer 1974:243).
Model pembelajaran merupakan kerangka konseptual yang
melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar
untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pemandu bagi para
perancang desain pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan dan
melaksanakan aktivitas belajar mengajar (Soekamto dan Winataputra,
1997:78-79).
Model kemandirian aktif merupakan sebuah model yang
dirancang berdasarkan sistem belajar mandiri dan belajar aktif. Belajar
mandiri diartikan sebagai usaha individu siswa yang otonomi untuk mencapai
suatu kompetensi akademis. Belajar mandiri memiliki ciri utama bahwa
siswa tidah tergantung pada pengarahan pengajar yang terus-menerus, tetapi
mereka mempunyai kreativitas dan inisiatif sendiri serta mampu untuk bekerja
sendiri dengan merujuk pada bimbingan yang diperolehnya. (Pannen dan
Sekarwinahya, 1994:5:4-5). Belajar mandiri memiliki dampak positip bagi
siswa, karena mereka akan merasakan tingkat kepuasan yang tinggi, mempunyai
minat dan perhatian yang tidak terputus-putus, dan memiliki kepercayaan diri
yang lebih kuat dibandingkan dengan siswa yang hanya belajar secara pasif dan
menerima saja (Kozma, Belle, William, dalam Pannen dan Sekarwinahya, 1994:5:9).
Belajar aktif merupakan suatu pendekatan dalam pengelolaan
sistem pembelajaran melalui cara-cara belajar yang aktif menuju belajar
mandiri. Dengan belajar aktif berarti menumbuhkan kemampuan belajar
secara aktif menuju pada pola kemandirian bagi siswa dan guru. Di sini
mereka akan mampu mengembangkan potensi diri secara optimal.
E.
Pendekatan CTL
Pendekatan CTL memiliki tujuh komponen utama, yaitu konstruktivisme (Constructivism),
menemukan (Inquiry), bertanya (Questioning) masyarakat belajar (Learning Community), pemodelan (Modeling), refleksi (Reflection) dan
penilaian yang sebenarnya (Authentic
Assessment). Sebuah kelas dikatakan
menggunakan pendekatan CTL jika menerapkan ketujuh komponen tersebut dalam
pembelajarannya. Selain itu untuk
melaksanakan hal itu tidak sulit. CTL
dapat diterapkan dalam kurikulum apa saja, bidang studi apa saja, dan kelas
yang bagaimanapun keadaannya.
Penerapan CTL dalam kelas cukup mudah.
Secara garis besar, langkahnya adalah berikut ini.
1.
Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna
dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkonstruksi sendiri
pengetahuan dan keterampilan barunya.
2.
Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik.
3.
Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya.
4.
Ciptakan 'masyarakat belajar' (belajar dalam
kelompok-kelompok).
5.
Hadirkan 'model' sebagai contoh pembelajaran.
6.
Lakukan refleksi di akhir pertemuan.
7.
Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara
F.
Karakteristik Pembelajaran Berbasis CTL
1.
Kerja Sama
2.
Saling Menunjang
3.
Menyenangkan,Tidak Membosankan
4.
Belajar Dengan Bergairah
5.
Pembelajaran Terintegrasi
6.
Menggunakan Berbagai Sumber
7.
Siswa Aktif
8.
Sharing Dengan Teman
9.
Siswa Kritis, Guru Kreatif
10. Dinding Kelas &
Lorong-Lorong Penuh Hasil Karya Siswa, Peta-Peta, Gambar-Gambar, Artikel,
Humor, Dll.
11. Laporan Kepada Orang Tua
Bukan Hanya Rapor, Tetapi Juga Hasil Karya Siswa, Laporan Hasil Praktikum,
Karangan Siswa, Dll.
G.
Pembelajaran Sains
Sains atau Ilmu Pengetahuan Alam adalah ilmu yang pokok bahasannya adalah
alam dengan segala isinya. Hal yang dipelajari dalam sains adalah sebab-akibat,
hubungan kausal dari kejadian-kejadian yang terjadi di alam. Menurut Powler
(dalam Winataputra 1993), sains adalah ilmu yang sistematis dan dirumuskan
dengan mengamati gejala-gejala kebendaan, dan didasarkan terutama atas
pengamatan induksi. Carin dan Sund (1993) mendefinisikan sains sebagai
pengetahuan yang sistematis atau tersusun secara teratur, berlaku umum, dan
berupa kumpulan data hasil observasi dan eksperimen. Aktivitas dalam sains
selalu berhubungan dengan percobaan-percobaan yang membutuhkan keterampilan dan
kerajinan. Secara sederhana, sains dapat juga didefinisikan sebagai apa yang
dilakukan oleh para ahli sains. Dengan demikian, sains bukan hanya kumpulan
pengetahuan tentang benda atau makhluk hidup, tetapi menyangkut cara kerja,
cara berpikir, dan cara memecahkan masalah. Ilmuwan sains selalu tertarik dan
memperhatikan peristiwa alam, selalu ingin mengetahui apa, bagaimana, dan
mengapa tentang suatu gejala alam dan hubungan kausalnya.
Dalam sains,
terdapat tiga unsur utama, yaitu sikap manusia, proses atau metodologi dan
hasil, yang satu sama lain tidak dapat dipisahkan. Sikap manusia yang selalu
ingin tahu tentang benda-benda, makhluk hidup, dan hubungan sebab-akibatnya
akan menimbulkan permasalahan-permasalahan yang selalu ingin dipecahkan dengan
prosedur yang benar. Prosedur tersebut meliputi metode ilmiah. Metode ilmiah
mencakup perumusan hipotesis, perancangan percobaan, evaluasi atau pengukuran,
dan akhirnya menghasilkan produk berupa fakta-fakta, prinsip-prinsip, teori, hukum, dan
sebagainya.
Prinsip proses pembelajaran adalah belajar, sedangkan belajar adalah suatu
proses perubahan perilaku individu yang relatif tetap sebagai hasil dari
pengalaman. Oleh karena itu, pembelajaran adalah upaya penataan lingkungan yang
kondusif sehingga proses belajar dapat tumbuh dan berkembang. Karena
pembelajaran bersifat rekayasa perilaku, maka proses pembelajaran terikat
dengan tujuan. Dari sudut pandang sosiologis, proses pembelajaran adalah proses
penyiapan peserta didik untuk dapat menjalankan kehidupannya di masyarakat.
Sekolah adalah suatu sistem sosial yang merupakan miniatur masyarakat luas.
Oleh karena itu, proses pembelajaran tidak akan terlepas dari proses
sosialisasi, dan apa yang dipelajari di sekolah seharusnya merupakan cerminan
keadaan nyata disekitar peserta didik yang dapat dimanfaatkan atau
diimplementasikan dalam masyarakat.
Permasalahan dalam proses belajar mengajar dewasa ini adalah kecenderungan
umum bahwa para siswa hanya terbiasa menggunakan sebagian kecil saja dari
potensi atau kemampuan berpikirnya. Dikhawatirkan mereka menjadi malas untuk
berpikir dan terbiasa malas berpikir mandiri. Kecenderungan ini sama saja
dengan proses pemandulan dan sama sekali bukan proses pencerdasan. Para siswa
dan juga gurunya masih terbiasa belajar dengan domain kognitif rendah. Oleh
karena itu, metode berpikir dalam kegiatan mereka belajarpun belum menyentuh
domain afektif dan kognitif yang diperlukan. Aspek lain berkenaan dengan konsep
diri dan proses pengembangan kemandirian dalam berpikir, bersikap dan berperilaku.
Belajar berani berpikir obyektif apalagi berbeda dengan buku dan keterangan
guru, berpikir logis atau kritis, dialogis dan argumentatif umumnya masih
langka di sekolah-sekolah kita. Selain itu sistem penilaian secara formatif
masih amat terbatas jika dibandingkan dengan penilaian sumatif.
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap aktivitas riil di lapangan kegiatan
belajar mengajar di sekolah pada umumnya dewasa ini cenderung monoton dan tidak
menarik, sehingga beberapa pelajaran ditakuti dan selalu dianggap sulit oleh
siswa, misalnya IPA dan sains. Hal ini ditunjukkan oleh adanya korelasi positif
dengan perolehan NEM pelajaran tersebut yang selalu menempati urutan terendah. Beberapa
penyebabnya adalah pembelajaran di sekolah khususnya, sains lebih menekankan
pada aspek kognitif dengan menggunakan hafalan dalam upaya menguasai ilmu
pengetahuan, bukan mengembangkan keterampilan berpikir siswa, mengembangkan
aktualisasi konsep dengan diimbangi pengalaman konkret dan aktivitas
bereksperimen. Pembelajaran sains berlangsung dengan hanya menyangkut
substansi, tanpa mengembangkan kemampuan melakukan yang berhubungan dengan
proses-proses mental seperti penalaran dan sikap ilmiah (Supangkat 1991). Salah
satu penyebab hal ini adalah temuan Slimming (1998) yang menemukan bahwa
perilaku mengajar guru di Indonesia cenderung bersifat belajar pasif dengan
menggunakan metode ceramah hampir di sebagian besar aktivitas proses belajar
mengajarnya di kelas.
Permasalahan ini semestinya menjadi perhatian serius dari Pemerintah yang
perlu berupaya keras untuk mencari
terobosan-terobosan dalam memecahkannya, baik melalui pengembangan materi
pembelajaran baru maupun melalui pemberdayaan metodik-didaktik yang sudah ada.
Di samping faktor penunjang lain di luar akademik antara lain penyediaan buku
pelajaran yang bermutu, baik, dan dapat mengembangkan pembelajaran dengan
paradigma baru tersebut.
Tujuan kurikulum dengan paradigma yang baru pada prinsipnya adalah tetap conceptual
mastery. Tetapi hal tersebut diperoleh dengan pendekatan berbasis
kompetensi, dengan tujuan agar sistem pendidikan nasional dapat merespon secara
proaktif terhadap perkembangan informasi, ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan
tuntutan desentralisasi. Dengan demikian lembaga pendidikan tidak akan
kehilangan relevansi program pembelajarannya dengan kepentingan daerah, dan
karakteristik peserta didik, serta tetap memiliki fleksibilitas dalam
melaksanakan kurikulum yang berdeverensiasi.
Peserta didik dituntut untuk menguasai konsep-konsep dasar yang telah
dipilih secara selektif melalui aktivitas pembelajaran yang berorientasi pada
aktivitas siswa. Siswa harus mampu mengkonstruksi pengetahuan melalui aktivitas
kontekstual yang dikembangkan dalam pembelajaran dimana siswa terlibat langsung
dalam pengalaman sehari-hari yang berkaitan dengan materi yang diajarkan dan
aktif melakukan eksperimen, melakukan pengolahan data, serta membuat
kesimpulan. Dengan demikian, pembelajaran yang dikembangkan di dalam kelas
perlu dikaitkan dengan situasi nyata dimana siswa berada, mendorong siswa
membuat hubungan antara konsep yang dimilikinya dengan penerapannya dalam
kehidupan keseharian siswa di dalam masyarakat. Akhirnya pembelajaran lebih
bermakna dan proses belajar lebih penting daripada hasil belajar. Dengan
dukungan situasi yang demikian, siswa perlu dikondisikan di dalam situasi
pembelajaran di kelas yang memungkinkan siswa mengerti dan memahami makna
belajar, manfaat, peran dan status siswa dalam proses pembelajaran tersebut.
Jika siswa dapat memahami dan mengerti hal tersebut, maka siswa akan berusaha
untuk mencapainya dan memerlukan guru sebagai pembimbing, fasilitator, dan
mediator.
Pembelajaran yang ingin dikembangkan berorientasi pada proses bagaimana
memperoleh informasi, cara sains dan teknologi bekerja, kebiasaan bekerja
ilmiah, dan keterampilan berpikir yang dikaitkan dengan situasi nyata dimana
siswa berada dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Pembelajaran
tersebut dikembangkan dengan pendekatan kontekstual.
Dalam buku “Pendekatan Kontekstual” yang diterbitkan oleh Direktorat
Pendidikan Lanjutan Pertama, sebuah kelas dikatakan menggunakan pendekatan
kontekstual, jika menerapkan ketujuh komponen dalam pembelajarannya. Ketujuh
komponen tersebut adalah konstruktivisme, bertanya, inquiri, masyarakat
belajar, pemodelan, refleksi, dan penilaian yang sebenarnya.
Konstruktivisme merupakan filosofi pendekatan kontekstual yang menyatakan
bahwa pengetahuan dibangun oleh siswa, melalui pemecahan masalah dan menemukan
sesuatu yang berguna. Proses menemukan merupakan bagian inti dari kegiatan
pembelajaran dengan pendekatan kontekstual, pengetahuan, dan keterampilan
sehingga siswa diharapkan menemukan sendiri hasilnya. Tahap-tahap siswa
menemukan merupakan cara berpikir ilmiah melalui keterampilan proses, di
antaranya adalah merumuskan masalah, melakukan observasi, melakukan analisis
dan menyajikan hasil serta mengkomunikasikan. Bertanya merupakan strategi utama pembelajaran dengan pendekatan
kontekstual, bertanya ini tidak hanya guru terhadap siswa, tetapi juga siswa
terhadap guru dan terhadap teman sendiri. Bagi siswa aktivitas bertanya adalah
untuk menggali informasi, mengkomunikasikan apa yang telah diketahui, dan
mengarahkan perhatian pada aspek yang belum diketahuinya. Di dalam proses
pembelajaran di kelas dengan pendekatan kontekstual, dikondisikan terciptanya
suasana saling belajar, siswa belajar dari guru, dari buku dan sumber informasi
lainnya, dari sesama teman, serta guru belajar dari siswa, sehingga di dalam
ruang kelas tersebut terjadi masyarakat belajar.
Pemodelan dalam pembelajaran dengan
pendekatan kontekstual adalah sesuatu yang dapat ditiru oleh siswa untuk
memudahkan, memperlancar, membang-kitkan ide dalam proses pembelajaran. Model
dapat diperoleh dari guru, siswa, atau dari luar sekolah yang relevan dengan
konteks dan materi yang sedang menjadi topik bahasan.
Refleksi adalah cara berpikir tentang apa
yang baru dipelajari, tentang apa yang sudah dilakukan masa lalu dan merupakan
respon terhadap kejadian. Serta
aktivitas atau pengetahuan baru yang diterima atau dilakukan. Penilaian
yang sebenarnya adalah proses pengumpulan berbagai data yang diperoleh dari
kegiatan nyata yang dikerjakan siswa pada saat proses pembelajaran yang dapat
memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Jadi, penilaian autentik adalah
penilaian terhadap pengetahuan dan performansi yang diperoleh siswa selama
aktivitas pembelajaran berlangsung. Seperti diketahui, sasaran belajar sains
adalah membangun gagasan saintifik setelah para siswa berinteraksi dengan
lingkungan, peristiwa, dan informasi dari sekitarnya. Pandangan konstruktivisme sebagai filosofi
pendidikan sains mutakhir menganggap semua siswa memiliki gagasan atau
pengetahuan tentang lingkungan, pengetahuan, fakta akan gejala alam
disekitarnya, meskipun hal tersebut kadang terkesan naif dan miskonsepsi.
Mereka (para siswa) seringkali mempertahankan gagasan atau pengetahuan naif
tersebut secara kokoh, karena gagasan atau pengetahuan itu mengait dengan
gagasan atau pengetahuan awal lainnya yang sudah lebih dulu dibangun dalam
wujud struktur kognitifnya.
Menurut pandangan ini, kegiatan pembelajaran dimulai dari apa yang
diketahui siswa, sehingga pembelajaran tidak dapat dilakukan dengan cara
indoktrinasi gagasan atau pengetahuan saintifik supaya siswa mau mengganti dan
memodifikasi gagasannya yang non saintifik menjadi gagasan atau pengetahuan
yang saintifik. Dengan demikian, arsitek peubah gagasan atau pengetahuan dalam
diri siswa adalah siswa sendiri. Sedangkan guru hanya berfungsi sebagai
fasilitator, motivator, dan pembimbing yang menyediakan, mempermudah, bahkan
kalau bisa mempercepat berlangsungnya proses belajar. Dalam proses konstruksi
itu, menurut Von Glaserfeld (Jaskarti, 2002) diperlukan beberapa kemampuan
sebagai berikut (1) kemampuan mengingat dan mengungkapkan kembali pengalaman,
(2) kemampuan membandingkan, mengambil keputusan mengenai persamaan dan
perbedaan, dan (3) kemampuan untuk lebih menyukai pengalaman yang satu daripada
pengalaman yang lain.
Beberapa bentuk kondisi belajar yang sesuai dengan filosofi
konstruktivisme adalah diskusi di mana siswa mau mengungkapkan gagasan,
pengujian dan penelitian sederhana, demo serta
peragaan prosedur ilmiah, juga kegiatan lain yang memberi ruang kepada
siswa untuk dapat mempertanyakan, memodifikasi, dan mempertajam gagasannya.
Dalam belajar secara konstruktif, para siswa mempunyai kesempatan untuk
menyatakan, menguji, memodifikasi, dan juga meninggalkan ide-ide awal mereka
yang sudah ada sebelumnya dan mengadopsi ide-ide baru. Melalui tugas-tugas
dalam pelajaran sains yang dikaitkan dengan tingkat perkembangan
intelektualnya, para siswa mempunyai kesempatan untuk memahami alam secara
aktif dengan membangun pemahaman tentang fenomena alam melalui aktivitas nyata
kehidupan sehari-hari
Menurut Carr, dkk (1989) konstruktivisme sebagai sebuah pendekatan dalam
proses pembelajaran merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang dapat
menjanjikan akan adanya perubahan pada hasil pembelajaran. Pendekatan
konstruktivisme lebih menekankan pada siswa sebagai pusat pembelajaran, dan
pendekatan seperti ini diharapkan dapat lebih merangsang dan memberi peluang
kepada siswa untuk belajar, berpikir inovatif, dan mengembangkan potensinya
secara optimal.
H.
Proses Pembelajaran Sains
Sains pada dasarnya mencari hubungan kausal antara gejala-gejala alam yang
diamati. Oleh karena itu, proses pembelajaran sains seharusnya mengem-bangkan
kemampuan bernalar dan berpikir sistematis selain kemampuan deklaratif yang
selama ini dikembangkan. Salah satu inovasi sebagai salah satu usaha adalah
mencari model-model pembelajaran sains yang memiliki kontribusi terhadap
peningkatan mutu pendidikan sains.
Hal ini berarti, belajar sains tidak hanya belajar dalam wujud pengetahuan
deklaratif berupa fakta, konsep, prinsip, hukum, tetapi juga belajar tentang
pengetahuan prosedural berupa cara memperoleh informasi, cara sains dan
teknologi bekerja, kebiasaan bekerja ilmiah, dan keterampilan berpikir. Belajar
sains memfokuskan kegiatan pada penemuan dan pengolahan informasi melalui
kegiatan mengamati, mengukur, mengajukan pertanyaan, mengklasifikasi,
memecahkan masalah, dan sebagainya.
Pembelajaran sains menekankan pada pemberian pengalaman langsung. Dengan
demikian, siswa perlu dibantu untuk mampu mengembangkan sejumlah pengetahuan yang menyangkut kerja ilmiah dan pemahaman
konsep serta aplikasinya. Bahan kajian kerja ilmiah adalah :
1.
Mampu menggali pengetahuan melalui penyelidikan/penelitian,
2.
Mampu mengkomunikasikan pengetahuannya,
3.
Mampu mengembangkan keterampilan berpikir,
4.
Mampu mengembangkan sikap dan nilai ilmiah.
Selanjutnya, bahan kajian sains yang berkaitan dengan pemahaman konsep dan
penerapannya adalah:
1.
Memiliki pengetahuan, pemahaman, dan aplikasinya tentang
makhluk hidup dan proses kehidupan;
2.
Memiliki pengetahuan, pemahaman, dan aplikasinya tentang
materi dan sifatnya;
3.
Memiliki pengetahuan, pemahaman, dan aplikasinya tentang
energi dan perubahannya;
4.
Memiliki pengetahuan, pemahaman, dan aplikasinya tentang bumi
dan alam semesta; serta memiliki pengetahuan, pemahaman, dan aplikasinya
tentang hubungan antara sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat.
Keterampilan proses yang dapat dikembangkan dalam pembelajaran sains,
diantaranya adalah keterampilan mengamati dengan seluruh indera, mengajukan
hipotesis, menggunakan alat dan bahan secara benar dengan selalu
mempertimbangkan keselamatan kerja, mengajukan pertanyaan, menggolongkan,
menafsirkan, mengkomunikasikan, hasil temuan secara beragam, menggali dan
memilah informasi faktual untuk menguji gagasan atau memecahkan masalah
sehari-hari.
Prinsipnya pembelajaran sains, yaitu cara memberi tahu dan cara
berbuat, akan membantu siswa untuk memperoleh pemahaman yang mendalam
tentang alam sekitarnya dengan mendudukkan siswa sebagai pusat perhatian
dalam interaksi aktif dengan teman,
lingkungan, dan nara sumber lainnya.
Oleh karena itu, hal-hal yang harus dipertimbangkan dalam mengembangkan
pembelajaran sains seperti yang dikemukakan dalam Kurikulum Sains Berbasis
Kompetensi, adalah :
1.
Empat pilar pendidikan dari Unesco,
2.
Inkuiri sains,
3.
Konstruktivisme,
4.
Sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat,
5.
Pemecahan masalah, serta
6.
Pembelajaran sains yang bermuatan nilai.
I.
Kerangka Berpikir dan
Hipotesis
Pembelajaran sains yang dilaksanakan dengan model percobaan, akan
mengantar pada proses belajar mengalami sehingga siswa akan lebih mudah
memahami. Syarat yang harus dipenuhi oleh siswa adalah keterlibatan di dalam
proses belajar secara aktif. Jika hal ini dipenuhi maka hipotesis dalam
penelitian ini adalah melalui metode pembelajaran percobaan atau eksperimen
dapat meningkatkan minat, aktifitas,
dan kreatifitas siswa dalam proses
belajar sehingga hasil belajar sains siswa dapat meningkat.
J.
Metode
Pembelajaran Course Review Horay
Metode pembelajaran Course Review Horay adalah salah satu model pembelajaran yang
bertujuan untuk mengaktifkan siswa dalam proses belajar, di sini siswa harus
menjawab pertanyaan dengan benar sampai terbentuk sebuah garis horizontal,
vertikal maupun diagonal. Tanda bahwa siswa telah menjawab pertanyaan dengan
benar, berteriak “hore”, “selesai” atau yel-yel lainnya.
Langkah-langkah
yang biasa digunakan dalam Metode pembelajaran Course Review Horay adalah sebagai berikut:
1.
Guru menyampaikan
kompetensi yang ingin dicapai
- Guru mendemonstrasikan/menyajikan materi
- Memberikan kesempatan siswa tanya jawab
- Untuk menguji pemahaman, siswa disuruh membuat kotak 9/16/25 sesuai dengan kebutuhan dan tiap kotak diisi angka sesuai dengan selera masing-masing siswa
- Guru membaca soal secara acak dan siswa menulis jawaban di dalam kotak yang nomornya disebutkan guru dan langsung didiskusikan, kalau benar diisi tanda benar (Ö) dan salah diisi tanda silang (x)
- Siswa yang sudah mendapat tanda Ö vertikal atau horisontal, atau diagonal harus berteriak horay … atau yel-yel lainnya
- Nilai siswa dihitung dari jawaban benar jumlah horay yang diperoleh
- Penutup
Di dalam
setiap metode pembelajaran memiliki kelebihan dan kekurangan. Begitupula pada
metode Course Review Horay. Berikut
adalah kelebihan dan kekurangan metode Course
Review Horay :
Kelebihan :
1.
Pembelajarannya menarik mendorong untuk dapat terjun ke
dalamnya.
2.
Melatih
kerjasama.
Kekurangan :
1.
Siswa
aktif dan pasif nilainya disamakan.
2.
Adanya peluang untuk curan
BAB III
PELAKSANAAN PERBAIKAN
A.
Subjek Penelitian
Subjek
penelitian ini adalah siswa kelas VI semester I SD Negeri 01 Batulayar tahun
pelajaran 2010/2011, pada pembelajaran IPA dan IPS dengan karakteristik siswa yang beragam, ada yang
pintar, nakal, pendiam, bodoh, dll.
B.
Deskripsi Persiklus
Berikut ini
prosedur pelaksanaan penelitian tindakan kelas adalah sebagai berikut .
1.
Perencanaan
Kegiatan yang dilakukan pada
tahap perencanaan adalah:
a. Membuat skenario pembelajaran sesuai
dengan pendekatan kontekstual.
a. Mempersiapkan materi yang akan diberikan
selama pembelajaran dan membuat lembar kegiatan siswa
b. Mempersiapkan lembar observasi untuk
membantu kegiatan guru dan siswa selama proses pembelajaran berlangsung.
c. Membuat alat evaluasi tes akhir setiap
siklus
2. Pelaksanaan
Dalam penelitian ini, guru pengajar sebagai peneliti melaksanakan
skenario pembelajaran, sedangkan observer (yang melakukan pengamatan) dilakukan
oleh seorang teman sejawat. Adapun
langkah-langkah yang akan dilakukan antara lain :
a. Menjelaskan kepada siswa mengenai model
pembelajaran yang akan digunakan
b. Menyampaikan materi
c. Mengorientasikan siswa pada masalah
d. Mengorganisasikan siswa untuk belajar
e. Membimbing siswa melakukan penyelidikan
secara kelompok Mengembangkan dan menyajikan hasil karya
f. Menganalisis dan mengevaluasi hasil
belajar siswa
3. Observasi
(Pengamatan)
Pada tahap ini observer mengobservasi pelaksanaan pembelajaran dengan
pendekatan kontekstual yang sedang berlangsung pada setiap siklus, dengan
menggunakan catatan lapangan dan analisis dokumen. Catatan lapangan berupa
lembar observasi yang digunakan untuk mengobservasi aktivitas guru dan siswa
serta mengidentifikasi kelebihan dan kekurangan dalam proses pembelajaran
dengan pendekatan kontekstual.
C. Teknik Pengumpulan Data
1.
Tes Kemampuan Awal (free test)
Tes kemampuan awal dilakukan sebelum tindakan pembelajaran dengan
pendekatan kontekstual, sesuai dengan materi yang akan diajarkan, berbentuk
soal uraian sebanyak 10 butir soal. Nilai dan tes kemampuan awal digunakan
sebagai nilai dasar yang merupakan nilai patokan untuk mengetahui meningkat
atau tidaknya nilai tes hasil belajar siswa pada siklus I.
2.
Observasi
Pelaksanaan observasi dalam penelitian ini meliputi observasi tahap
pertemuan pada siklus I dan siklus II yang berpedoman pada lembar observasi
3.
Tes
Hasil Belajar
Tes yang diberikan kepada siswa adalah tes berbentuk soal uraian sebanyak
5 butir soal sesuai dengan materi yang diajarkan
4.
Dokumentasi
Nilai
Dokumentasi
nilai berupa nilai tugas siswa pada setiap pertemuan.
D. Teknik Analisis Data
Data yang diperoleh berasal dari hasil observasi dan
tes hasil belajar siswa, sehingga data yang diperoleh untuk setiap siklus
dianalisis dalam dua tahap, yaitu:
1.
Rata-rata
Rata-rata digunakan untuk mengetahui hasil belajar siswa dalam satu kelas
dan untuk mengetahui poin peningkatan hasil belajar dengan membandingkan
rata-rata nilai hasil belajar masing-masing siklus dengan menggunakan rumus:
X =
(Pramudjono, 2000)
X = Nilai rata-rata hasil belajar
siswa pada setiap siklus
n = Banyaknya siswa
Persentase digunakan untuk menggambarkan peningkatan hasil belajar
disetiap siklus dengan menggunakan rumus:
Persentase = x100%,
a = Selisih poin skor rata-rata persentase siswa pada dua siklus
b = Skor rata-rata persentase siswa pada
siklus sebelumnya (Sudjana, 2002)
E. Refleksi
Pada tahap ini, peneliti bersama observer mendiskusikan hasil tindakan
pada siklus I dan silkus II yaitu melihat langkah-langkah yang sudah dicapai
dan melihat kekurangan-kekurangan langkah-langkah/tindakan yang sudah
dilakukan, yang nantinya diperbaiki pada siklus berikutnya.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A.
Pelajaran IPA
Penelitian
tindakan kelas ini terdiri atas dua
siklus (putaran), setiap siklus terdiri dari tiga kali pertemuan. Pada setiap
akhir siklus diberikan tes untuk mengetahui kemampuan siswa dalam memahami
materi pelajaran yang telah disampaikan oleh guru, kemudian dianalisis untuk
mengetahui sejauh mana peningkatan prestasi belajar IPA pada pokok bahasan
energi listrik siswa per siklus, apabila permasalahan belum terselesaikan maka permasalahan tersebut akan diselesaikan ke siklus berikutnya.
Analisis data dilakukan untuk memperoleh prestasi atau hasil belajar IPA pada
pokok bahasan energi listrik setiap siklus dan untuk mengetahui kemampuan guru
dan siswa dalam proses dengan pendekatan kontekstual. Nilai akhir hasil belajar
IPA pada pokok bahasan energi listrik (nilai kelas) diperoleh dari rata-rata
nilai tugas rumah dan prestasi belajar
atau hasil tes setiap akhir siklus.
Siklus I
Pada siklus pertama ini, hasil observasi menunjukkan yaitu pada Aktivitas guru dinilai cukup baik, karena
guru melalui model pembelajaran kontekstual mampu membimbing siswa dalam
mengajar dengan menghubungkan pada kenyataan maupun masalah-masalah yang
terjadi di dalam kehidupan sehari-hari siswa yang berhubungan dengan materi
yang sedang diajarkan, Selain itu guru
telah banyak memberikan contoh-contoh soal dari kehidupan sehari-hari.
Pada pendekatan ini siswa diajak untuk berfikir kritis, memahami soal dan
menjawab pertanyaan dengan benar. Aktifitas siswa pada pertemuan pertama masih kurang, karena masih ada siswa
yang pasif dan tidak memperhatikan penjelasan guru, suasana kelas ribut dan
juga sebagian siswa yang belum mengerti tidak berani bertanya. Sehingga
berakibat beberapa siswa mengalami kesulitan dalam mengerjakan soal-soal yang
diberikan. Permasalahan ini menimbulkan hasil belajar siswa yang tidak
memuaskan. Siswa juga masih dalam masa penyesuaian penerapan pembelajaran
dengan pendekatan kontekstual, sehingga guru belum bisa maksimal dalam
membimbing siswa.
Menindaklanjuti permasalahan yang terjadi pada siklus I, maka peneliti
bersama observer menentukan beberapa tindakan perbaikan yang akan dilaksanakan
pada siklus II, antara lain :
1. Guru memberikan penjelasan ulang mengenai
model pembelajaran dengan pendekatan kontekstual, agar siswa terbiasa menggunakan
model pembelajaran ini, terutama dalam langkah penyelesaian masalah.
2. Guru memotivasi dan membimbing siswa agar
selalu menerapkan materi pembelajaran yang telah dipelajari disekolah dalam
kehidupan sehari-hari kapan pun dan di mana pun.
3. Guru memberikan kesempatan kepada siswa
untuk selalu bertanya jika mengalami kesulitan dan menegur siswa yang ribut
ketika pembelajaran berlangsung
4. Guru membuat alokasi waktu dari setiap
langkah yang dilakukan dalam pembelajaran kontekstual
Siklus II
Hasil
observasi pada siklus II setelah guru melakukan tindakan perbaikan menunjukkan
bahwa kegiatan pembelajaran sudah lebih baik daripada siklus I. Pembinaan guru
terhadap siswa dinilai baik karena guru memotivasi siswa dan membimbing siswa
atau kelompok yang mengalami kesulitan. Pengelolaan kelas sudah baik karena
siswa sudah bisa tertib melaksanakan proses pembelajaran. Aktivitas siswa dalam
pembelajaran dinilai baik karena partisipasi, dan perhatian siswa sudah mulai
tampak. Siswa sudah mulai aktif dalam kegiatan belajar mengajar, diskusi kelas
dan sudah berani bertanya jika ada materi yang tidak di mengerti. Penerapan
pembelajaran dengan pendekatan kontekstual juga dinilai baik karena siswa sudah
dapat melaksanakan langkah-langkah dalam pembelajaran yang harus dilakukan.
Sehingga tidak ada lagi siswa yang mengalami kesulitan dalam memahami
pelajaran, hal ini terlihat dari antusias siswa dalam menjawab pertanyan dari
guru maupun pada saat diskusi, siswa jadi lebih mudah memahami materi yang
diajarkan dan juga siswa jadi termotivasi untuk selalu mengaplikasikan materi
yang dipelajarinya dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini dapat meningkatkan
kreatifitas dan aktifitas siswa dalam kehidupan sehari-hari. Hasil belajar pada
siklus II mengalami peningkatan dari berkriteria cukup menjadi berkriteria
baik. Nilai rata-rata hasil belajar siswa pada siklus kedua mengalami
peningkatan dari siklus I, yaitu dari 64,20
menjadi 75,28.
Pada siklus
ini pencapaian hasil belajar diperoleh dengan hasil yang memuaskan, sehingga
peneliti dan observer sepakat untuk menghentikan penelitian tindakan kelas ini
pada siklus kedua.
Adapun
kendala-kendala yang terjadi dalam pelaksanaan penerapan proses pembelajaran
melalui pendekatan kontekstual ini pada siklus I dan siklus II yaitu :
- Beberapa siswa masih ada yang kesulitan dalam memahami materi pembelajaran karena siswa tersebut tidak memiliki buku pelajaran
- Masih ada siswa yang ragu-ragu dalam bertanya karena siswa tersebut kesulitan dalam menerapkan proses pembelajaran dalam kehidupan sehari-hari yang berakibat siswa tersebut kesulitan dalam memahami materi yang disampaikan oleh guru.
Tabel 1.1 Nilai Tugas, Nilai Tes Hasil
Belajar, dan Nilai Akhir Hasil Belajar
Siswa (Nilai Kelas)
Siklus
|
Nilai Tugas
|
Nilai Tes
|
Nilai Akhir
|
I
|
64,75
|
62,35
|
64,20
|
II
|
74,67
|
73,79
|
75,28
|
Gambar 2.1
Grafik nilai rata-rata akhir siswa
Nilai ketuntasan siswa tiap
siklus dapat dilihat pada grafik dibawah ini.
Gambar 2.2 Grafik ketuntasan belajar
siswa
B.
Pelajaran IPS
Penelitian
ini terdiri atas tiga siklus dan tiap siklus terdiri dari tiga kali pertemuan.
Tes diberikan kepada siswa setiap akhir pertemuan/siklus.
Siklus I
Hasil
observasi menunjukkan bahwa pembelajaran berlangsung cukup baik. Guru mampu
menyampaikan materi dengan jelas,
menjelaskan materi pelajaran mengenai Peranan Indonesia di Era Global dan Perdagangan
Internasional kepada siswa
dengan lugas dan jelas. Guru bisa memberikan bimbingan kepada siswa yang belum
memahami metode pembelajaran Course
Review Horay dengan cukup baik walaupun tidak semua siswa mendapat
bimbingan. Meskipun demikian, masih banyak siswa yang belum mengerti dan tidak
bisa menjawab pertanyaan yang diberikan. Hasil proses pembelajaran dengan
menggunakan Course Review Horay dapat
dilihat pada tabel pengamatan berikut ini:
Tabel 1.2 Hasil proses belajar siklus I
Nomor Soal
|
Jumlah Siswa yang Menjawab
|
||
Benar
|
Salah
|
Tidak Menjawab
|
|
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
|
25
23
24
25
23
20
30
21
15
19
|
5
5
8
8
10
7
3
10
8
5
|
3
5
1
-
-
6
-
2
10
9
|
Hasil
rata-rata belajar siswa memang sedikit mengalami kenaikan, yaitu dari
62,73 menjadi 68,18. Akan tetapi
sebagian besar kesalahan yang dilakukan oleh siswa adalah siswa kurang fokus
dan masih bingung dalam menggunakan rumus. Secara umum hambatan yang dialami
pada siklus ini adalah :
1. Siswa kurang memperhatikan perintah guru
dalam menjawab soal-soal yang diberikan guru
2. Banyak siswa yang belum memahami jalannya
metode pembelajaran Course Review Horay sehingga
banyak yang bertanya-tanya dengan teman sebayanya.
3. Masih banyak siswa yang lambat dalam
menjawab pertanyaan sehingga terkadang tertinggal pada soal berikutnya.
4. Sebagian siswa ternyata sengaja tidak
menjawab soal, mereka lebih senang mencontek jawaban siswa lainnya.
5. Guru belum sepenuhnya memberikan bimbingan
kepada siswa yang belum mengerti.
6. Banyak dari siswa yang pasif terhadap
permainan yang diberikan guru dalam menjalankan metode Course
Review Horay.
7. Hanya beberapa siswa saja yang terlihat
semangat dalam mengikuti permainan dari metode Course Review Horay.
Walaupun
masih menemui beberapa kendala dalam pelaksanaan pembelajaran tetapi hasil
belaja siswa pada siklus I mengalami peningkatan dibandingkan nilai ulangan
sebelumnya. Hal-hal yang telah dicapai pada siklus I adalah sebagai berikut:
1. Siswa mulai tertarik mengikuti kegiatan
yang ada disetiap pembelajaran
2. Guru selalu membimbing siswa dalam
menyelesaikan masalah yang terjadi
3. Siswa lebih berani bertanya jika ada hal
yang belum dimengerti.
Beberapa
hal yang perlu diperbaiki selama proses pembelajaran, yaitu:
1. Suasana kelas yang ribut pada saat siswa diminta
bersama dengan teman kelompoknya maupun pada saat peralihan ke meja turnamen
2. Ada sejumlah siswa dalam kelompoknya yang
mendominasi menyelesaikan tugas sehingga teman yang lain terlihat pasif.
3. Nilai rata-rata hasil belajar siswa masih
dinilai cukup sehingga diperlukan tindakan pada siklus selanjutnya.
Langkah perbaikan akan dilaksanakan pada siklus selanjutnya
Siklus II
Hasil
proses pembelajaran dengan menggunakan Course
Review Horay dapat dilihat pada tabel pengamatan berikut ini:
Tabel 1.3 Hasil Proses Belajar Siklus II
Nomor Soal
|
Jumlah Siswa yang Menjawab
|
||
Benar
|
Salah
|
Tidak Menjawab
|
|
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
|
29
25
26
25
23
20
28
25
25
25
|
4
8
4
2
8
5
2
5
8
6
|
-
-
3
6
2
8
3
3
-
2
|
Pada pertemuan
di siklus ini materi yang
disampaikan adalah bagaimana menjawab pertanyaan yang berkaitan dengan pengaruh
adanya globalisasi di Indonesia.
Tindakan perbaikan yang dilakukan
pada siklus ini adalah :
1. Peneliti (guru) menjelaskan kembali
tentang model pembelajaran Course Review Horay
dan meminta siswa agar benar-benar memahami materi/sub bab yang menjadi
kewajibannya agar siswa tersebut tidak mengalami kesulitan ketika harus
menjawab soal serta menekankan pada siswa bahwa tanggung jawab serta kerja sama
dalam menjalankan metode Course Review Horay sangat dibutuhkan.
2. Guru menekankan kembali kepada siswa untuk
lebih serius pada saat proses belajar mengajar berlangsung.
3. Lebih memotivasi siswa dalam menerima
pelajaran.
4. Bimbingan guru terhadap siswa harus
ditingkatkan dan menegur siswa yang ketahuan melihat jawaban/mencontek jawaban
temannya.
5. Memberikan pujian dan nilai tambah bagi
siswa yang menjawab pertanyaan dengan cepat dan benar.
Hasil
observasi menunjukkan bahwa aktivitas siswa masih sama dengan siklus II yang
dinilai cukup walaupun ada indikator yang meningkat. Perhatian siswa dinilai
baik, karena siswa mau mendengarkan penjelasan dari guru, bertanya apabila
penjelasan yang belum dipahami dan mulai dapat mencapai indikator yang
diinginkan. Partisipasi, pemahaman, materi pembelajaran di kelas dinilai baik,
karena siswa mulai mau mengerjakan soal, termotivasi dalam mengerjakan
pertanyaan-pertanyaan yang diberikan.
Pada
pembelajaran Course Review Horay, banyak siswa yang bisa menjawab dengan benar dan ada pula siswa yang tidak bisa
menjawab, bagi siswa yang tidak bisa menjawab biasanya langsung terdiam dan
soal tersebut dilempar kapada teman mereka. Pada pembelajaran Course
Review Horay, siswa
membentuk barisan secara vertikal maupun diagonal. Siswa wajib menjawab soal
secara individu bukan kelompok dan soal-soal tersebut diberikan oleh guru dan
diberikan secara acak kepada siswa. Bagi siswa yang bisa terus menjawab
langsung berteriak “hore” dan siswa
sangat antusia saat menjawab walaupun terkadang jawaban dari siswa ada yang
kurang tepat. Tapi minat siswa terhadap pembelajaran Course Review Horay sangat terlihat jelas.
Aktivitas
guru dinilai baik, karena guru mampu menyajikan materi dengan baik, mampu
membimbing siswa dengan baik apabila ada siswa yang mengalami kesulitan dalam
mengerjakan soal-soal latihan.
Pelaksanaan
pembelajaran siklus II mengalami perubahan menjadi lebih baik dari siklus I.
Hal ini dapat dilihat dari adanya peningkatan rata-rata hasil belajar siswa
pada siklus kedua yakni dari 71,21 naik menjadi 76,06. Berdasarkan kenyataan
yang ada maka persentase peningkatan nilai rata-rata dari siklus I ke siklus II
sebesar 12,34%.
Hal-hal
yang telah dicapai pada siklus II, yaitu:
1. Siswa mulai mau memberikan pendapat,
termotivasi dalam mengerjakan tugas, mau memberikan tanggapan terhadap pendapat
orang lain, dan mau bekerjasama dengan siswa lain.
2. Siswa lebih antusias pada saat proses
pembelajaran sehingga dapat memotivasi siswa untuk berkompetisi lebih baik.
3.
Nilai rata-rata hasil belajar sains siswa mengalami
peningkatan dari siklus sebelumnya.
Adapun hal-hal yang perlu diperbaiki dalam kegiatan
pembelajaran pada siklus selanjutnya adalah sebagai berikut:
1.
Masih ada siswa yang tidak dapat diajak berkooperatif
pada saat pembelajaran
2.
Walaupun mengalami peningkatan tapi nilai rata-rata
hasil belajar sains siswa masih dinilai cukup sehingga diperlukan tindakan pada
siklus selanjutnya.
Berdasarkan masalah yang dihadapi pada siklus II belum
terselesaikan, maka peneliti (guru) beserta observer (teman sejawat) sepakat
untuk melanjutkan siklus ketiga sehingga diperoleh hasil yang maksimal.
Siklus III
Hasil
proses pembelajaran dengan menggunakan Course
Review Horay dapat dilihat pada tabel pengamatan berikut ini:
Tabel 1.4 Hasil proses pembelajaran
siklus III
Nomor Soal
|
Jumlah Siswa yang Menjawab
|
||
Benar
|
Salah
|
Tidak Menjawab
|
|
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
|
29
25
27
28
24
25
28
26
25
25
|
4
8
6
2
5
3
5
5
5
6
|
-
-
3
4
5
-
2
3
2
|
Grafik peningkatan Hasil Belajar dapat dilihat pada
grafik berikut ini :
Grafik 1.1 Nilai rata-rata hasil
belajar siswa
Hal-hal yang telah dicapai
pada siklus III, yaitu :
1. Antusias siswa terlihat dalam menjawab
pertanyaan dan berusaha untuk lebih cepat menjawab dari siswa lainnya.
2. Ada peningkatan dalam memahami materi yang
menjadi kewajibannya.
3. Siswa terlihat menikmati proses belajar
mengajar karena siswa telah memahami tata cara metode pembelajaran Course
Review Horay.
4. Siswa terlihat menyimak soal dengan
seksama dan menjawab soal, walaupun masih beberapa siswa yang agak terlambat
menjawab.
5. Nilai rata-rata hasil belajar IPS pada
pokok bahasan Peranan Indonesia di Era Global dan Perdagangan Internasional
siswa mengalami peningkatan dari 68,18 pada siklus I menjadi 76,06 pada siklus
II sedangkan pada siklus III mencapai nilai rata-rata sebesar 79,39.
6. Siswa termotivasi untuk mendapatkan nilai
dari apa yang mereka kerjakan sendiri, walaupun masih ada beberapa siswa yang
masih mencoba melihat jawaban temannya, karena takut salah dalam menjawab
pertanyaan yang diberikan.
BAB V
Kesimpulan dan saran
Pembelajaran ipa
A.
Kesimpulan
Berdasarkan
hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pembelajaran pendekatan kontekstual
dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Nilai rata-rata akhir hasil belajar
siswa pada siklus I yaitu sebesar 64,20 , sedangkan pada siklus II nilai
rata-rata akhir yaitu sebesar 75,28 hal ini berarti mengalami peningkatan nilai
rata-rata akhir siswa yaitu sebesar 17,26% dari siklus I.
B.
Saran
Saran-saran
yang perlu penulis sebagai guru kelas ajukan sehubungan dengan manfaat hasil
penelitian yang diharapkan, yaitu
1.
Dalam
menerapkan model pembelajaran melalui pendekatan CTL setiap siswa sebaiknya
memiliki kesiapan untuk menerima pelajaran agar konsep yang akan diajarkan
dapat dipelajari dengan lancar oleh siswa.
2.
Disarankan
kepada guru agar dapat berupaya secara mendiri untuk selalu meningkatkan
kinerjanya sebagai guru profesional dengan melakukan penelitian tindakan kelas
dan dapat menerapkan metode-metode yang efektif untuk memperlancar proses
pembelajaran sehingga nilai hasil belajar siswa dapat memuaskan.
3.
Disarankan
kepada kepala sekolah agar melakukan pemantapan kegiatan guru untuk melihat
kemungkinan kesulitan di kelas, dan mendiskusikannya sehingga dapat ditangani
secara bersama serta diharapkan kepada para kepala sekolah agar mengajak dan
menganjurkan para kolega guru di sekolahnya masing-masing untuk melakukan
penelitian tindakan kelas.
Pembelajaran IPS
A. Kesimpulan
Penelitian
tindakan kelas dengan model pembelajaran Course
Review Horay telah dapat membantu siswa kelas VI SD Negeri 01 Batulayar
untuk dapat meningkatkan hasil belajarnya maupun pemahaman pada materi
pelajaran Peranan Indonesia di Era Global dan Perdagangan Internasional.
Melalui model pembelajaran ini, disamping hasil belajar siswa meningkat yaitu
68,18 pada siklus pertama menjadi 76,06 pada siklus kedua. Sedangkan pada siklus
III nilai rata-rata mencapai 79,39.
Juga meningkatkan pemahaman dan
keinginan untuk lebih berhasil terlihat
semakin meningkat.
2. Saran
Lebih baik
metode pembelajaran Course Review Horay
diterapkan secara optimal dalam proses belajar mengajar agar siswa bisa terus
berusaha meningkatkan hasil belajar.
Jika tidak optimal maka dapat menggunakan metode atau model pembelajaran yang
lainnya yang lebih efektif dan optimal.
daftar pustaka
Darwis, M. 2008. Jurnal Pembelajaran Sains. Vol. II No. 2. 146-156
Djamarah. 2003. Strategi
Belajar Mengajar. Jakarta : Rineka Cipta
Dimiyanti, S. dan Mujiono.
2002. Belajar dan Pembelajaran.
Jakarta : Rineka Cipta
Herman, H. 2002. Murid Belajar Mandiri. Bandung : Remaja
Karya
Hudoyo, H. 1998. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta :
Depdikbud Direktorat Jendral P2LPTK
Ismail.
2003. Media Pembelajaran (Model-Model
Pembelajaran). Jakarta : Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama
Kasbolah, K.E., 1998. Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Jakarta
: IBRD Loan Depdikbud
Kasihani dan
Rofi’uddin.1998. Rancangan Penelitian
Tindakan. Malang :
DepDikBud IKP
Mulyadi Hp dan Sri Wasono Widodo. 2008. Ayo Belajar Sambil Bermain Ilmu Pengetahuan
Sosial Untuk SD/MI Kelas VI. Jakarta : Pusat Perbukuan
Nurhadi dan Senduk, A.G.,
2004. Pembelajaran Kontekstual dan Penerapan Dalam Kurikulum
Berbasis Kompetensi. Malang : Universitas Negeri Madang
Pramudjono, 2001. Statistik
Dasar Aplikasi Untuk Penelitian . Samarinda: FKIP Universitas Mulawarman
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (Siklus I)
Mata Pelajaran : IPA
Satuan Pendidikan : SD
Kelas / semester : VI / 1
Pokok
Bahasan : Energi
Listrik
Sub
Pokok Bahasan : Listrik
statis dan Listrik Dinamis
Alokasi Waktu : 2 x 35 menit
A. Standar Kompetensi :
Memahami pentingnya penghematan
energi
B. Kompetensi Dasar : Mengidentifikasi kegunaan energi listrik dan berpartisipasi dalam
penghematannya dalam kehidupan sehari-hari
C. Indikator : Memahami konsep energi statis dalam kehidupan
sehari-hari
D. Materi Pembelajaran
1. Apersepsi
Sebelum mempelajari tentang energi listrik guru
mengulas materi yang telah diajarkan atau yang berkaitan dengan materi yang akan diajarkan serta mengaitkannya dalam
kehidupan sehari-hari.
2. Materi
Inti
Listrik
sangat dibutuhkan manusia dalam kehidupannya. Secara garis besar, energi
listrik dibedakan menjadi dua, yaitu listrik statis dan listrik dinamis. Kedua
jenis listrik tersebut menghasilkan energi listrik. Energi listrik dihasilkan oleh sumber energi
listrik. Contohnya, air, angin, sinar matahari, dan bahan kimia. Dalam
pemakaiannya, energi listrik mengalami perpindahan dan perubahan bentuk.
Perpindahan dan perubahan bentuk energi listrik terjadi pada alat listrik yang
terhubung dengan sumber listrik.
a. Listrik Statis
Dekatkan tangan kalian ke layar televisi
yang baru dimatikan. Amatilah rambut pada tangan kalian tersebut. Apa yang
terjadi? Rambut di tangan kalian tampak berdiri, bukan? Peristiwa itu terjadi
karena adanya gejala listrik statis. Gejala listrik statis juga terjadi pada
penggaris mika.
serpihan kertas mendekati penggaris. Bahkan,
ada yang menempel di penggaris. Demikian pula ketika penggaris didekatkan ke
tangan. Rambut di tangan berdiri dan tertarik ke penggaris, bukan? Bagaimanakah
hal itu terjadi? Setiap benda mempunyai ribuan muatan listrik. Muatan listrik
ada dua macam, yaitu muatan positif (proton) dan muatan negatif (elektron).
Benda dengan jumlah proton dan elektron sama disebut benda netral. Ada pula benda bermuatan
positif maupun bermuatan negatif. Benda bermuatan positif jika jumlah proton
lebih banyak daripada elektron. Benda bermuatan negatif jika jumlah elektron
lebih banyak daripada proton.
E.
Metode
Pembelajaran
Diskusi kelompok (Ceramah
digunakan ketika menjelaskan materi yang akan disampaikan kemudian guru
membentuk kelompok-kelompok kecil pada saat proses pembelajaran berlangsung,
dan pemberian tugas digunakan pada saat latihan-latihan soal dan memberikan
pekerjaan rumah ).
F.
Sarana dan Sumber Belajar
1.
Sarana
dan Prasarana : Alat-alat listrik
2. Sumber : Buku IPA Kelas VI Untuk SD/MI (Suhartanti.,Dwi.dkk.
2008. Ilmu Pengetahuan
Alam untuk Kelas
VI SD/MI. Jakarta : Pusat Perbukuan)
G.
Kegiatan
Pembelajaran
1.
Pendahuluan
a.
Guru melakukan
tugas rutin pada awal pembelajaran
b.
Guru menyampaikan
tujuan pembelajaran dan menginformasikan pembelajaran yang akan digunakan,
yaitu menggunakan pendekatan kontekstual.
c.
Guru menginformasikan
materi yang akan dibahas, yaitu listrik statis, listrik dinamis, rangkaian listrik dan sumber energi listrik.
d.
Guru
mengadakan apersepsi yang berkaitan dengan materi
2.
Kegiatan Inti
a.
Guru membentuk
siswa dalam kelompok-kelompok kecil untuk memudahkan guru dalam menyampaikan
materi pembelajaran dan mempermudah pemahaman siswa.
b.
Guru menyampaikan
materi pembelajaran.
c.
Guru mengorientasikan
kepada siswa terhadap suatu masalah
d.
Guru mengorganisasikan
siswa untuk belajar secara kelompok Mengembangkan dan menyajikan hasil karya
3.
Penutup
a.
Guru
menuntun siswa untuk menyimpulkan materi pelajaran yang telah disampaikan
b.
Guru memberikan
tugas rumah
c.
Guru
melakukan tugas rutin pada akhir pelajaran
H.
Evaluasi
1.
Jenis: tertulis dan lisan.
2.
Prosedur: a.Penilaian
dalam proses belajar.
b.Penilaian pada akhir pembelajaran.
3.
Alat
Evaluasi
Soal
1. Sebutkan
dua muatan yang terdapat pada suatu benda?
2.
Benda
bermuatan positif jika...
3.
Benda
bermuatan negatif jika...
4.
Apa
yang dimaksud dengan listrik statis? dan berikan contohnya!
5.
Apa
yang dimaksud dengan listrik dinamis? Dan berikan contohnya!
Kunci Jawaban Lembar Kerja Siswa Siklus I
1. Muatan yang terdapat pada suatu benda
yaitu :
a. Muatan Positif (Proton)
b. Muatan Negatif (Neutron)
2. Benda bermuatan positif jika jumlah proton
lebih banyak daripada elektron
3. Benda bermuatan negatif jika jumlah
elektron lebih banyak daripada proton.
4. Listrik statis yaitu gejala kelistrikan
dimana yang terjadi karena perbedaan muatan antara benda yang satu dengan yang
lainnya. Contohnya adalah penggaris yang digosok-gosokkan pada rambut dapat
menarik partikel kertas. Karena terjadi perbedaan muata antara kertas dan
muatan pada penggaris yang digoso-gosokkan.elektron yang bekerja pada listrik
ini tidak mengalir secara terus menerus.
5. Listrik dinamis yaitu gejala kelistrikkan
dimana elektron mengalir secara terus menerus yang bersumber dari satu sumber
listrik. Contohnya adalh baterai, akumulator,dll.
Lampiran 2
Lembar
Observasi Pelaksanaan Pembelajaran Siklus I
Nama :
Muhamad Ziad
Sekolah / Kelas : SD Negeri 01 Batulayar / VI
Tanggal : 17 Oktober 2010
Siklus :
I
No
|
Aspek Observasi
|
Hasil
|
Keterangan
|
1
|
Aktivitas Siswa
|
|
Lingkarilah
angka-angka yang ada disamping sesuai kemampuan :
5= Sangat Mampu
4= Mampu
3= Cukup
2= Kurang
1= Sangat Kurang
|
|
a. Perhatian Siswa
|
5 4
3 2 1
|
|
|
b. Partisipasi Siswa
|
5 4
3 2 1
|
|
|
c. Pemahaman Siswa
|
5 4
3 2 1
|
|
|
d. Kerja Sama Siswa
|
5 4 3
2 1
|
|
2
|
Aktivitas Guru
|
|
|
|
a. Penyajian Materi
|
5 4
3 2 1
|
|
|
b. Mengorientasikan siswa
|
5 4
3 2 1
|
|
|
c. Kemampuan Memotivasi
Siswa
|
5 4
3 2 1
|
|
|
d. Membimbing Siswa
|
5 4 3
2 1
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar