Kamis, 27 Desember 2012

Filsafat Ilmu



  1. Berikut adalah merupakan gambaran atau uraian mengenai hubungan antara aliran filsafat Rasionalisme, Empirisme, pandangan Renaisance dan munculnya zaman Aufklarung di Eropa pada abad XVIII serta lahirnya sebagai disiplin ilmu pada abad tersebut dan masa-masa sesudahnya, dan selanjutnya hubungannya dengan timbulnya filsafat ilmu.
Aliran filsafat Rasionalisme berpendapat bahwa sumber pengetahuan yang mencukupi dan yang dapat dipercaya adalah rasio (akal). Hanya pengetahuan yang melalului akallah yang yang memenuhi syarat yang dituntut oleh sifat umum dan yang perlu mutlak, yaitu syarat yang dipakai oleh semua pengetahuan ilmiah. Pengalaman hanya dapat dipakai untuk meneguhkan pengetahuan yang didapatkan oleh akal. Akal dapat menurukan kebenaran daripada dirinya sendiri yaitu, atas dasar asas pertama yang pasti. Metode yang diterapkan adalah deduktif. Teladan yang ditemukan adalah ilmu pasti, adapun filsufnya antara lain adalah Rene Descrates, B. Spinoza, dan Liebniz. Dimana (Surajiyo, 2010:33).
Rene Descrates membedakan tiga yang ada dalam diri manusia yaitu (1) innate ideas adalah ide bawaan yang dibawa manusia sejak lahir, (2) adventitious ideas adalah ide-ide yang berasal dari luar diri manusia, dan (3) factitious ideas adalah ide-ide yang dihasilkan oleh fikiran itu sendiri (Ali Mudhofir, 1996:24).
Aliran filsafat Empirisme berpendapat bahwa empiris atau pengalamanlah yang menjadi sumber pengetahuan, baik pengalaman batiniah maupun yang lahiriah. Akal bukan menjadi sumber pengetahuan, tetapi akal mendapat tugas untuk mengolah bahan-bahan yang diperoleh dari pengalaman. Metode yang diterapkan adalah induksi (Surajiyo, 2010:33).
Namun pada abad ke XVIII di Jerman berkembang filsafat yang disebut sebagai Zaman Aufklarung atau zaman pencerahan yang di  Inggris dikenal  dengan sebutan Enlightenment, yaitu suatu zaman baru dimana seorang ahli pikir yang cerdas mencoba menyelesaikan pertentangan antara rasionalisme dengan empirisme. Zaman ini muncul dimana manusia lahir dalam keadaan belum dewasa dalam pemikiran filsafatnya. 
 Setelah Immanuel Kant mengadakan penyelidikan dan kritik terhadap peran pengetahuan akal barula manusia terasa bebas dari otoritas yang datang dari luar manusia demi kemajuan peradaban manusia Di abad ke XVIII dimulai suatu zaman baru yang memang telah berakar pada Renaissance (Masa yang juga disebut masa keraguan,dirinya dan jiwanya saja diragukan. Yang tidak di ragukan hanya dirinya yang ragu itu ,keraguan yang dimaksud disini adalah keraguan metafisik ) dan mewujudkan buah pahit dari rasionalisme dan empirisme. Masa ini disebut dengan masa pencerahan atau Aufklarung yang menurut Immanuel Kant,di zaman ini manusia terlepas dari keadaan tidak balik yang disebabkan oleh kesalahan manusia itu sendir yang tidak memanfaatkan akalnya.
Voltaire menyebut zaman pencerahan sebagai “zaman akal” dimana manusia merasa bebas,zaman perwalian pemikiran manusia dianggap sudah berakhir,mereka merdeka dari segala kuasa dari luar dirinya.   Para tokoh era Aufklarung ini juga merancang program-program  khusus diantaranya adalah berjuang menentang dogma gereja dan takhayul populer. Senjatanya adalah fakta-fakta ilmu dan metode-metode rasional.
Zaman Renaissance adalah zaman yang didukung oleh cita-cita untuk melahirkan kembali manusia yang bebas, yang telah dibelenggu oleh zaman abad tengah yang dikuasai oleh Gereja atau agama. Manusia bebas ala Renaissance adalah manusia yang tidak mau lagi terikat oleh orotitas yang manalun (tradisi, sistem gereja, dan lain sebagainya), kecuali otoritas yang ada pada masing-masing diri pribadi. Manusia bebas ala Renaissance itu kemudian “didewasakan” oleh zaman Aufklarung, yang ternyata telah melahirkan sikap mental menusia yang percaya akan kemampuan diri sendiri atas dasar rasionalitas, dan sangat optimis untuk dapat menguasai masa depannya, sehingga manusia (Barat) menjadi kreatif dan inovatif. Ada daya dorong yang mempengaruhi perkembangan ilmu dan teknologi yaitu pandangan untuk menguasai alam.
  1. Ilmu dapat bersifat bebas nilai dan juga bersifat terikat nilai
Ilmu adalah rangkaian aktivitas penelaahan yang mencari penjelasan suatu metode untuk memperoleh pemahaman secara rasional empiris mengenai dunia ini dalam berbagai seginya dan keseluruhan pengetahuan sistematis yang menjelaskan berbagai gejala yang ingin dimengerti manusia. Adanya system dalam penelitian, bersifat universalitas, objektivitas, ilmu pengetahuan harus dapat diverifikasi oleh semua peneliti ilmiah yang bersangkutan karena ilmu harus dapat dikomunikasikan, bersifat progresivitas, kritis, sebagai perwujudan kebertautan antara teori dengan praktis. Salah satu ciri dari ilmu adalah objektivitas (The Liang Gie, 1987)
a.    Yang dimaksud dari Ilmu dapat bersifat bebas nilai adalah Ilmu secara otonom tidak memiliki keterkaiatan sama sekali dengan nilai. Menurut pendapat Josep Situmorang menyatakan tiga factor sebagai indikator bahwa ilmu itu bebas nilai, yaitu : (1). Ilmu harus bebas dari pengandaian nilai-nilai, (2). Diperlukan adanya kebebasan usaha ilmiah agar otonomi ilmu terjamin, (3). Penelitian ilmiah tidak luput dari pertimbangan etis yang sering di tuding dan menghambat kemajuan ilmu, karena nilai etis itu sendiri bersifat universa (dalam Ghozali, Bachri, dkk. 2005, Filsafat Ilmu, Yogyakarta: Pokja Akademik UIN Sunan Kalijaga. Hlm 121). Adapun ciri-ciri bahwa ilmu itu bebas nilai adalah: Bebas dari pengaruh eksternal. Contoh: faktor politis, geografis, ideologis, agama, budaya. Sedangkan yang dimaksud dari Ilmu dapat bersifat bebas nilai adalah ilmu yang tidak bebas nilai (valuebond) memandang bahwa ilmu itu selalu terkait dengan nilai dan harus dikembangkan dengan mempertimbangkan aspek nilai. Pengembangan ilmu jelas tidak mungkin bisa terlepas dari nilai-nilai, lepas dari kepentingan-kepentingan baik politis, ekonomis, sosial, religius, ekologis dsb. Salah satu filosof yang memegangi teori valuebond adalah Jurgen habermas. Dia berpendapat bahwa ilmu bahkan ilmu alam sekalipun tidaklah mungkin bebas nilai karena pengembangan setiap ilmu selalu ada kepentingan-kepentingan. Yang membedakan tiga macam ilmu dengan kepnentingan masing-masing. Adapun pengetahuan yang pertama berupa ilmu-ilmu alam yang bekerja secara empiris-analitis. Ilmu-ilmu ini menyelidiki gejala-gejala alam secar empiris dan meyajikan hasil penyelidikan itu untuk kepentingan-kepentingan manusia. Jelas sekali dalam pandangan habermas bahwa ilmu sendiri dikonstruksi untuk keoentingan- kepentingan tertentu, yakni nilai rasional antara manusia dan alam, manusia dn manusia, dan nilai penghormatan terhadap manusia. Jika lahirnya ilmu saja terkait dengan nilai, maka ilmu itu sendiri tidak mungkin bekerja lepas dari nilai.
b.    Secara umum Ilmu bersifat bebas nilai karena dilihat dari dua aspek. Pertama yaitu etika teologis dan yang kedua yaitu ontologis. Maka ilmu dalam penempatan teoritis bebas nilai. Kegiatan ilmiah dapat dilakukan oleh siapa saja tanpa memandang agama, etnis, ideologi, dan bangsa. Kecuali nilai yang bisa mengikat, adalah kebenaran atau hikmah. kebenaran ilmu dalam penempatan yang praktis adalah ilmu harus tunduk kepada nilai-nilai yang bersifat menyeluruh atau universal yaitu mengabdi untuk kebenaran sehingga tidak mungkin ilmu itu tidak bebas nilai.
  1. Jika usulan (proposal) penelitian saya sebagaiman pada ilustrasi soal nomor tiga (3) tersebut maka susunan isi usulan penelitian ini tergolong bersifat Ontologi yaitu latar belakang masalah, rumusan masalah dan tujuan penelitian. Karena ketiga hal tersebut merupakan objek telaah ilmu  dan yang ingin di ketahui dalam penelitian sedangkan hakikat dari ontologi adalah objek telaah ilmu dan hal-hal yang ingin dicapai serta membahas hakikat yang ada.   Kemudian usulan yang tergolong bersifat Epistemologi adalah model penelitian dan metode penelitian. Dua isi usulan penelitian tersebut merupakan suatu cara bagai mana memperoleh ilmu pengrtahuan atau kenyataan ilmiah. Hakikat dari epistemologi ialah metode ilmiah, cara memperoleh ilmu dan ukuran kebenaran atau kenyataan ilmiah. Sedangkan usulan yang bersifat Aksiologi yaitu manfaat penelitian, kajian pustaka, konsep dan landasan teori. Dari empat isi usulan tersebut membahas manfaat dan penerapan ilmu pengetahuan secara praktis bagi kehidupan manusia. Hakikat dari aksialogi ialah manfaat atau nilai guna ilmu bagi manusia, membahas nilai (value) sebagai sesuatu yang imperatif dalam penerapan ilmu secara praktis.
  2. Berikut adalah sebuah gambaran atau contoh mengenai seorang peneliti yang bermoral rendah dapat memilih ontologi penelitiannya atau lebih tegasnya adalah  objek formal penelitiannya  adalah atas dasar motif atau keinginan untuk “menjatuhkan” badan/lembaga/pihak yang dijadikan objek materialnya. 
Pada dasarnya seorang Ilmuwan itu harus mempunyai landasan moral yang kuat; selain berotak “besar”, dia harus berjiwa ‘besar’ dan bermoral “tinggi”, karena perlu diingat bahwa Ilmu tanpa agama adalah buta, sebaliknya          agama tanpa ilmu adalah lumpuh (Suriasumantri, 2000: 270 – 271).
Namun ketikan seorang ilmuan itu ingin “menjatuhkan” badan/lembaga/pihak yang dijadikan objek materialnya hal tersebut bisa saja terjadi dalam dunia pariwisata misalnya adalah ketika ingin menjatuhkan lembaga atau sebuah destinasi wisata yang sangat ramai wisatawan serta kemajuannya bagus namun, seorang ilmuan ingin menghancurkannya dengan sengaja membuat temuan yang mungkin saja bisa direkayasa sehingga akhirnya hasil penemuannya adalah jika wisatawan berkeunjung ke tempat tersebut maka akan celaka dan seterusnya sebab tempat tersebut tidak aman serta tidak memenuhi criteria sebgai sebuah destinasi pariwisata yang bagus atau dengan kata lain tidak memenuhi standard an sebagainya.
Adapun jika mengacu pada filsafat positivistime maka seorang ilmuan itu harus berupaya untuk menemukan dan membangun pengetahuan yang benar, dengan cara memurnikan ilmu pengetahuan, yang dilakukan melalui proses kontemplasi bebas-kepentingan (sikap teoritis murni). Dengan demikian apa yang saat ini dikenal dengan istilah ontologi, adalah bentuk pemahaman atas kenyataan yang menghendaki pengetahuan murni yang bebas-kepentingan.
Sebab positivisme berpangkal dari apa yang telah diketahui, yang factual dan positif. Segala uraian dan persoalan yang diluar apa yang ada sebagai fakta atau kenyataan dikesampingkan. Oleh karena, itu metafisika ditolak. Apa yang kita ketahui secara positif adalah segala yang tampak, segala gejala. Arti segala ilmu pengetahuan adalah mengetahui untuk dapat melihat ke masa depan. Jadi kita hanya dapat menyatakan atau mengkonstatir fakta-faktanya, dan menyelediki hubungan satu dengan yang lainnnya. Oleh sebab itu jika ada ilmuan yang melenceng dari ketentuan yang sudah ada maka ilmuan tersebut adalah ilmuan yang tidak bermoral (Surajiyo, 2010:34).

Referensi;
*      Akhmad, Asmoro, 2003. Filsafat Umum (Cetakan ke- V)  Jakarta : Raja Grafindo Persada
*      Ali Mudhofir, 1996. ‘Pengantar Filsafat’ dalam Tim Dosen Filsafat Ilmu. Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Liberty bekerja sama dengan YP Fak. Filsafat UGM
*      Amsal  Bakhtiar, 2005.. Filsafat ilmu. Jakarta : Raja Grafindo Persada       
*      Ghozali, Bachri, dkk 2005.  Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Pokja Akademik UIN Sunan Kalijaga.
*      S.Praja.Juhaya, 2005. Aliran-aliran filsafat dan etika.(Cetakan ke II). Jakarta: Prenada Media
*      Surajiyo, 2010. Filsafat Ilmu & Perkembangannya di Indonesia . Jakarta: Bumi Aksara


Tidak ada komentar:

Posting Komentar