KANOM
Sabtu, 22 Maret 2014
Selasa, 14 Januari 2014
Panduan Membuat AD/ART Organisasi
1. AD/ART Organisasi
§
AD/ART
berfungsi untuk menggambarkan mekanisme kerja suatu organisasi
§
AD berfungsi
juga sebagai DASAR pengambilan sumber peraturan/hukum dalam konteks tertentu
dalam organisasi
§
ART berfungsi
menerangkan hal-hal yang belum spesifik pada AD atau yang tidak diterangkan
dalam AD, Karena AD hanya mengemukakan pokok-pokok mekanisme organisasi saja.
§
ART adalah
perincian pelaksanaan AD
§
Ketentuan pada
ART relatif lebih mudah dirubah daripada ketentuan pada AD.
§
Hal-hal yang
tercantum dalam setiap AD/ART suatu organisasi tergantung dari perhatian
organisasi tersebut kepada suatu hal. Ada suatu hal yang dalam suatu organisasi
dimasukkan dalam AD atau ART-nya karena dianggap penting, tetapi diorganisasi
lain bisa jadi hal tersebut tidak dimasukkan dalam AD atau ART organisasi
tersebut karena dianggap tidak penting.
Sebagai contoh
garis besar gambaran AD/ART dapat seperti berikut :
ANGGARAN DASAR
:
§
MUKADIMAH
o Menerangkan dasar-dasar
pelaksanaan/keberadaan/fungsi organisasi tersebut
§
BAB I : NAMA
dan TEMPAT
Pasal 1 :
(1) Organisasi ini bernama …… (nama
organisasi)
(2) …… (nama organisasi) berkedudukan
di …….(tempat)
Pasal 2 :
…… (nama organisasi) didirikan
pada …. untuk waktu yang tidak ditentukan.
§
BAB II : AZAS,
SIFAT dan TUJUAN
Pasal 3 :
…… (nama organisasi) berazaskan Pancasila
Pasal 4 :
…… (nama organisasi) merupakan organisasi ……. (politik,
social, dll) yang bersifat (kekeluargaan dll.)
Pasal 5 :
……. (nama organisasi) bertujuan : (menjelaskan
visi organisasi)
§
BAB III :
USAHA-USAHA (menjelaskan misi organisasi)
§
BAB IV :
KEANGGOTAAN
Pasal 7 :
(1) Anggota …… (nama organisasi)
adalah setiap orang yang memenuhi syarat dan sudah disahkan
(2) Ketentuan mengenai keanggotaan …… (nama
organisasi) diatur dalam ART
§
BAB V :
ORGANISASI
Pasal 8 :
(1) …… (nama organisasi)
mempunyai wilayah kerja di …
Jika dirasa perlu bisa saja menerangkan hierarki
kepengurusan
Pasal 9 :
(1) Kekuasaan tertinggi pada ……
(2) Kepengurusan diatur dalam …….
Pasal 10 :
Pengurus
bertugas :
§
BAB VI :
MUSYAWARAH dan RAPAT
Pasal 11 :
(1) Musyawarah diadakan pada
Pasal 12 :
(1) Musyawarah …. memiliki wewenang
Pasal 13 :
Dalam keadaan luar biasa dapat diadakan musyawarah …
Pasal 14 :
Pengambilan keputusan dalam musyarah dan rapat-rapat
yang tersebut pad pasal-pasal dalam bab IV diatas dilakukan dengan
§
BAB VII :
LAMBANG
Pasal 15 :
…… (nama organisasi) mempunyai lambang dengan
bentuk serta makna sebagaimana diatur dalam ART
§
BAB VIII :
KEUANGAN
Pasal 16 :
Keuangan …. (nama organisasi) diperoleh dari :
a. Uang pangkal dan uang iuran
b. Sumbangan dalam bentuk apapun yang
sah dan tidak mengikat
c. Penerimaan-penerimaan lain yang sah
d. Usaha yang sah
Pasal 17 :
Besarnya uang pangkal dan uang iuran ditetapkan oleh ….
Pasal 18 :
Dana yang diperoleh dipergunakan untuk membiayai …
§
BAB IX :
ANGGARAN RUMAH TANGGA
Pasal 19 :
(1) Hal-hal yang tidak diatur didalam
Anggaran Dasar akan diatur didalam Anggaran Rumah Tangga yang merupakan pula
perincian pelaksanaan Anggaran Dasar
(2) ART dan peraturan-peraturan
pelaksanaan lainnya tidak boleh bertentangan dengan AD
§
BAB X :
PERUBAHAN ANGGARAN DASAR dan ANGGARAN RUMAH TANGGA
Pasal 20 :
(1) Perubahan Anggaran Dasar dan
Anggaran Rumah Tangga ditetapkan oleh ….
(2) Perubahan AD dan ART dianggap sah jika …
§
BAB XI :
PEMBUBARAN
Pasal 21 :
Pembubaran (nama organisasi) ditetapkan dan diatur
dalam …. , atas permintaan ….
(atau dapat juga alasan-alasan lainnya)
§
BAB XII :
PENUTUP
Pasal 22 :
Hal-hal lain yang tidak diatur di dalam AD dan ART,
diatur dalam ….
Ditetapkan di :
Pada tanggal :
(PENGESAHAN)
ANGGARAN RUMAH
TANGGA
§
BAB I : UMUM
Pasal 1 :
Anggaran Rumah Tangga …… (nama organisasi)
merupakan pengaturan lebih lanjut dari AD ….. (nama organisasi)
§
BAB II :
ORGANISASI …… (nama organisasi)
Menjelaskan spesifikasi misi dan pembagian tanggungjawab
dari kerja organisasi
§
BAB III :
PENDIDIKAN
Menjelaskan proses pendidikan / jenjang pendidikan dll.
§
BAB IV :
PERTEMUAN / KERJASAMA DENGAN (ORGANISASI LAINNYA YANG SESIFAT)
§
BAB V :
KEANGGOTAAN
Keanggotaan …… (nama organisasi) terdiri dari :
a. Anggota Muda
b. Anggota Biasa
c. Anggota kehormatan
Pasal
10 :
(1) Anggota Muda
Dijelaskan persyaratannya
(2) Anggota Biasa
Dijelaskan persyaratannya
(3) Anggota Kehormatan
Berdasarkan pertimbangan jasa, dll.
Pasal 11 :
Setiap anggota
mempunyai hak dan kewajiban :
Pasal 12 :
(1) Keanggotaan seseorang diberhentikan
karena :
(2) Pemberhentian sementara dilakukan
oleh ……
Pasal 13 :
Pengurus
dibentuk oleh …. dengan cara ….. untuk masa kerja …..
Pasal 14 :
Pengurus
mempunyai hak dan kewajiban :
§
BAB VI : MUSYAWARAH
dan RAPAT
Pasal 36 :
(1) Musyawarah diselenggarakan … kali
dalam …. (jangka waktu)
(2) Musyawarah ……. dihadiri oleh :
(3) Sidang dianggap sah jika ….
§
BAB VII :
LAMBANG dan PENGGUNAANNYA
Pasal 37
§
BAB VIII :
KEUANGAN
§
BAB IX :
KETENTUAN PENUTUP
Hal-hal
yang belum diatur dalam ART ini diatur dalam ….
Ditetapkan
di :
Pada tanggal :
Minggu, 12 Mei 2013
PENDIDIKAN YANG DEMOKRATIS UNTUK MASA DEPAN
PENDIDIKAN YANG DEMOKRATIS UNTUK MASA DEPAN
By: Kanom, S.Pd.
Pendahuluan
Latar
Belakang
Realitas Pendidikan kita
Sekarang kita berada pada
abad 21 dan milenium
ketiga. Siap atau tidakkah kita akan berhadapan dengan sejumlah tantangan yang bersifat
individual maupun bangsa secara universalnya.
Era Milenium yang sedang kita tapaki bersama ini, merupakan sebuah era dimana kekuatan-kekuatan global mendeterminasi hampir setiap aspek kehidupan umat manusia.Era ini menurut Kinichi Ojmoe,1996 yang dikutip oleh Omo
Adma dalam tulisannya yang berjudul “Pendidikan: Praktek Pembebasan,”
memprediksikan merupakan era transisi
teritorial yang sangat penting, dimana
keutuhan sebuah negara nasional (nation
state) mulai rapuh dan pada akhirnya
lenyap. Melalui dukungan teknologi informasi yang canggih, dunia pemikiran, bisnis, politik dan
aspek kemanusiaan lain yang terjadi di suatu tempat, bisa dengan mudah
menjadi isu global.Dunia Internasional yang terdiri atas ratusan negara dan milyaran jumlah penduduknya ini, tak ubah sama seperti perkampungan gobal, katanya Omo Adma
dalam “Pendidikan:Praktek Pembebasan”.
Berdasarkan gambaran diatas, era ini di tengarai banyak
pihak sebagai era dimana kompetisi sumber daya insani
menjadi sangat ketat. Artinya, siapapun yang memiliki keunggulan insan (
individual ), misalnya spiritual, intelektual
dan skill, dapat diduga akan menguasai jalannya sejarah, begitupun sebaliknya jika
seseoraang tidak memiliki keunggulan tersebut maka berarti mereka hidup tanpa harapan dan arti.Untuk menghadapi era tersebut tidak ada
alternatif lain kecuali dengan
meningkatkan kualitas sumber daya manusia ( SDM ). Dan kata kunci untuk
pengembangan SDM adalah pendidikan.
Kondisi pendidikan kita dewasa ini
disadari masih berada dalam situasi
yang memprihatinkan. Pendidikan belum menempati posisi sentral dan prioritas dalam upaya pembangunan bangsa. Hal itu tercermin dari rendahnya anggaran pendidikan, kurangnya sarana pendidikan,
minimnya kesejahteraan guru dan tenaga pendidikan lainnya yang kurang menunjang, rendahnya
partisipasi masyarakat yang mengakibatkan
mutu pendidikan makin menurun.
Berdasarkan laporan UNDP pada
tahun 2000 tentang sumber daya manusia
( SDM ) menunjukkan Indonesia pada urutan 109, jauh dibawah Malaysia
(61) dan Brunei (32). Dalam laporan UNESCO belakangan, mutu pendidikan Indonesia pada urutan 119 di dunia, jauh dibawah kebanyakan Negara
berkembang. Perguruan tinggi kebanggaan
Nasional kita belum menduduki peringkat 50 dari 104 PT sejenis di Asia Pasifik, menurut Asiaweek.
Mengapa demikian? karena usaha selama
ini cenderung bersifat tambal sulam
(insidental), tidak menyentuh akar
masalah dengan tepat.Tekanan “budaya proyek” juga sering menyebabkan usaha melenceng dari akar masalah.
Kurangnya perhatian pemerintah terhadap pendidikan mengakibatkan lemahnya peranan-peranan lembaga-lembaga pendidikan sosial yang
menjadi basis pendidikan moral. Tanpa menafikan bahwa pendidikan kita telah teraleanasi. Hal ini tampak
secara empiris ketika pendidikan menjadi sekedar pasar atau mall,dimana
pendidikan merupakan sebuah komoditi yang didapatkan oleh orang dengan
mengeluarkan sejumlah uang. Kegiatan
pendidikan tidak membantu manusia
muda menemukan identitas, kepribadian, nilai-nilai perjuangan
hidup, atau bisa diakatakan bahwa pendidikan hari ini telah jauh dari harapan awal kenapa pendidikan itu lahir
yaitu memanusiakan manusia tetapi malahan sebaliknya pendidikan kita melahirkan
manusia – manusia yang tidak manusiawi ( menipu,mencuri,bahkan dengan ilmunya
membodohi orang lain). Pendidikan kita hari telah membuat setiap orang
menjalaninya merasa terasing dari proses pembentukan kepribadian, pembudayaan
adiluhung, hal itu terjadi karena
Pendidikan telah menjadi komoditas politik
dan ekonomi yang didalam syarat
dengan muatan nilai – nilai yang ingin
disampaikan sesuai dengan apa yang diinginkan oleh orang – orang yang
menentukan dan mengendalikan pendidikan itu sendiri ( Negara ). Realitas itu
bisa kita cek dengan proses Pendidikan yang hanya mengejar pencapaian target kurikulum yang tidak jelas arahnya
yang pada akhirnya terakumulasi dalam pengejaran angka-angka ( nilai )sebagai sebuah indikator
keberhasilan pendidikan, sehingga jangan heran kalau ada yang melakukan
manipulasi nilai rapor maupun NEM.
Pada sisi yang
lain, hak pendidikan anak tidak
lain adalah haknya untuk
memperoleh pendidikan yang layak
dan beradab.Bangsa ini semakin lama semakin merasakan bahwa ada
ketidakadilan yang sangat nyata
dan terang benderang yang terjadi dalam
dunia pendidikan kita. Hak untuk memperoleh pendidikan yang layak dan beradab tidak
diberikan kepada sebagian masyarakat,
khususnya golongan ekonomi menengah.
Kesenjangan pendidikan menjadi
sedemikian mengerikan. Kesenjangan itu
terjadi bahkan hampir dalam segala sudut penglihatan:kesenjangan antara
pusat dan pinggiran, kesenjangan antara
jawa dan luar jawa, terutama Kawasan timur Indonesia, kesenjangan antara kaum
miskin dan orang kaya dalam menikmati pendidikan.
Seakan-akan hak memproleh pendidikan
yang layak dan beradab itu hanya
dipunyai oleh sebagian masyarakat, sedangkan sebagian lainnya harus puas
dengan keadaan mereka sebab memang ada
hambatan sosial, sruktur, kultural, bahkan, geografis yang dipandang sudah menjadi ‘takdir’
Carut marut dan aleanasi pendidikan
terindikasi dengan berubahnya wajah dunia kita menjadi hutan belantara, dimana bahasa global itu adalah
kekuatan besi dan baja, bahasa bisnis kita adalah persaingan dan bahasa politik kita adalah penipuan, bahasa sosial kita
adalah pembunuhan, bahasa jiwa kita
adalah kesepian dan keterasingan. Kita adalah masyarakat sipil yang
berwatak militer. Kita adalah
manusia-manusia sepi di tengah keramaian. Kita adalah manusia-manusia merana di
tengah keberlimpahan.. Dalam hal
ini terjadi tawuran, narkoba, perjudian,
perkosaan, pelacuran, permusuhan dan lain-lain
yang begitu marak telah menjadi bukti kuat untuk menjelaskan kondisi diatas. Aleanasi pendidikan telah mengakibatkan
oreantai pendidikan yang akan mencerdaskan kehidupan anak bangsa
menjadi hanya sekedar mitos.
Rumusan masalah
Dari beberapa paparan diatas,
dapat diidentifikasi ada beberapa masalah.
1.
Komitmen nasional terhadap pendidikan masih lemah,
terutama dari pihak legislative dan
eksekutif. Dalam arti kesadaran tinggi dengan bentuk pengambilan
kebijakan yang kongkrit bagi pendidikan, terkait dengan anggaran pendidikan
20% dari APBN dan APBD belum terealisasi
sepenuhnya, biaya kompensasi BBM
yang untuk pendidikan masih rendah dan itu juga belum sepenuhnya dapat
disalurkan dengan baik, privatisasi/komersialisasi pendidikan dan lain-lain masih
banyak akan mengalami
permasalahan dalam dunia pendidikan kita
di Indonesia dan propinsi NTB khususnya.
2.
Pandangan filosofis dengan tiga pertanyaan kunci perlu dijawab dengan pandangan
baru untuk
menghadapi tantangan abad 21; apa itu pendidikan? Apa produk pendidikan? Bagaimana mutu dan pemerataan pendidikan? Karena selama ini
pendidikan dianggap sebagai proses
pengubahan perilaku, yang berimplikasi ada
yang berhak mengubah dan ada yang
di ubah obyek. Pandangan ini cenderung
paternalistik, sentralistik, birokratis,
dan menekankan keseragaman.
3.
Sistem manajemen
sentralistis- birokratis dan tak tepadu.
Dengan otonomi daerah, desentralisasi
pendidikan sudah mulai. Tetapi, tampaknya timbul kegamangan diberbagai daerah. Dengan tiga pandangan filosofis tadi. Kelemahan dasar sistem manajemen ini adalah; tidak mendorong kreativitas dan
kemandirian, tidak mengakomodasi keberagaman yang merupakan ciri khas I
4.
Indonesia dan tidak mendorong berkembang demokratisasi
dan transparansi, karena sistem ini perlu direformasi menjadi sistem yang desentralis-demokratis-transparan.
5.
Masih berlaku pengajaran
paternalistic-feodalistik-birokratis. Pola pengajaran klasikal, sangat
bergantung pada guru/dosen kemudian bergantung pada atasan, serta
sikap guru/dosen yang feodalistik
(pengaruh budaya lama disebagian daerah)masih dominan di sekolah-sekolah / PT
di Indonesia. Akibatnya (1) kemandirian
dan kreativitas peserta didik lamban
berkembang, (2) keberagaman sering
tak terakomodasi, dan (3) mutu
pendidikan dalam arti diatas sulit tercapai.
Tujuan dan Kegunaan
Tujuan
1.
Membongkar realitas pendidikan kontemporer dengan
berbagai macam permasalahan yang ada didalamnya.
2.
Mencari Konsep pendidikan untuk masa depan.
Kegunaan
1.
Untuk legislatif dan eksekutif mampu melahirkan sebuah
kebijakan pendidikan yang lebih demokratis, dan bersifat partisipatoris.
2.
Untuk pelaku pendidikan bahan pertimbangan dalam melakukan proses pendidikan dan pengajaran.
3.
Untuk masyarakat dapat merubah pola pikirnya bahwa
pendidikan itu harus jauh dari watak
feodalistik, kapitalistik dan mileristik sehingga proses pendidikan bisa lebih
demokratis.
Pembahasan
Hakekat Pendidikan
Apa Urgensinya pendidikan itu?
Pendidikan sebagai proses yang
dilakukan oleh suatu masyarakat dalam rangka menyiapkan generasi penerusnya agar
dapat bersosialisasi dan beradaptasi dalam budaya yang mereka anut,
sesungguhnya merupakan salah satu tradisi umat manusia yang sudah hampir setua
usia manusia. Pendidikan memang sejak dahulu kala menjadi salah satu bentuk usaha
manusia dalam rangka
mempertahankan keberlangsungan eksistensi kehidupan maupun budaya mereka. Dengan kata lain,
pendidikan sesungguhnya dapat dikatakan
merupakan salah satu bentuk strategi budaya tertua bagi manusia untuk
mempertahankan keberlangsungan eksistensi mereka. Pendidikan, memang muncul
dari dalam berbagai bentuk dan paham lain. Pendidikan lebih diyakini sebagai
suatu media atau wahana untuk menanamkan nilai-nilai moral dan ajaran
keagamaan, alat pembentukan kesadaran bangsa, alat peningkatan
taraf ekonomi, alat mengurangi kemiskinan, alat mengangkat status sosial,
alat menguasai teknologi, serta media untuk menguak rahasia alam raya dan
manusia. Namun banyak praktisi dan pemikir pendidikan yang menempatkan
pendidikan justru sebagai wahana untuk meciptakan keadilan sosal, wahana untuk
memanusiakan manusia, serta wahana untuk
membebaskan manusia dan sebaga modal manusia untuk meneruskan
dan berusaha untuk menjaga dan
mempertahankan kehidupan mereka. Itulah makanya, pentingnya pendidikan bagi
umat manusia, banyak peradaban manusia yang “ mewajibkan” masyarakatnya untuk
tetap menjaga keberlangsungan
pendidikan. Misalnya di kalangan muslim ada tradisi keyakinan keagamaan”menuntut ilmu itu merupakan kewajiban bagi
kaum muslim lelaki maupun perempuan.Atau ‘ tuntutlah ilmu sampai ke
negeri Cina.Semua anjuran tersebut
semata-mata didasarkan karena keyakinan bahwa eksistensi umat manusia akan
terancam jika pendidikan diabaikan.
Dalam
perjalanan peradaban manusia selanjutnya, mereka senantiasa menjaga dan
melanjutkan tradisi pendidikan melalui berbagai bentuk dan institusi
pendidikan. Masing-masing model dan bentuk pendidikan manusia tersebut saling berlomba untuk melakukan
pendidikan tersebut, lamban laun memunculkan berbagai bentuk dan institusi pendidikan.yang tercatat
dalam sejarah pendidikan, sebagian besar
telah punah. Adapun yang masih bertahan, Institusi pendidikan itu misalnya saja
Academia di Yunani, padepokan di Monestery
dikalangan Gereja, Madrasah dikalangan masyarakat muslim ataupun Santniketan di India. Salah satu institusi
pendidikan yang sekarang menjadi
model yang dominan adalah yang dkenal dengan “ Sekolah’ ataupun Universitas.
Sejarah perjalanan
perkembangan keyakinan dan pemikiran umat manusia tentang
pendidikan juga telah melahirkan
berbagai ideologi serta paradigma tentang hakekat, tujuan dan metode
pendidikan yang berbeda-beda.
Beberapa
pengertian pendidikan dan beberapa aliran pendidikan.
Pendidikan merupakan wahana dalam
mengembangkan kehidupan manusia. Secara umum dalam wacana kajian tradisonal pendidikan sering di beri makna sebagai wahana sosialisasi dan transfer.Dalam melihat pendidikan sebagai
satu media perubahan,akan terdapat
banyak sekali perbedaan paradigma ini meupakan
perbedaan dalam memandang dan
memaknai hakekat manusia, cita-cita
ideal masyarakat yang mau dibangun serta perubahan dan arah perubahan.Perbedaan cara pandang
ini kemudian melahirkan perbedaan dalam memposisikan
peran dan fungsi pendidikan. Sehingga melahirkan output yang memiliki
kesadaran yang berbeda pula.
Ada beberapa paradigmadari
pendidikan,yaitu: paradigma konservatif,
Paradigma
liberal dan paradigm kritis.
Paradigma konservatisme maupun intelektualisme, bagi sekelompok masyarakat pendidik yang
berangkat dari pendirian bahwa hakekat
pendidikan adalah merupakan wahana
dalam mensosialisasikan dan mentransfer nilai-nilai serta budaya masyarakat.Atau demi untuk menjaga nilai-nilai yang ada dan mempertahankan nilai-nilai tradisi yang sudah mereka anut
dari generasi tua ke selanjutnya . masa depan merupakan perwujudan dari masa lalu yang gemilang, maka pendidikan
berfungsi sebagai sosialisasi dan transfer budaya masa lalu serta tetap
mempertahankan keberlanjutannya. Kesadaran yang terbangun oleh paradigma
pendidikan seperti ini adalah kesadaran koservatif.
Sementara itu dengan berkembangnya
peradaban Liberalisme,seperti aliran Experimentalisme dan juga Behaviorisme,
mereka berpendirian bahwa pendidikan harus senantiasa membuat masing-masing
individu manusia untuk memiliki personal behavior yang efektif sehingga mampu
menyesuaikan diri dengan perkembangan sistem politik dan struktur ekonomi yang
penuh dengan persaingan tersebut, siapa yang kuat dan pandai akan
menang, dan mereka yang kalah akan tersingkir. Pemikiran yang seperti ini
merupakan pemikiran orang-orang yang berparadigma liberal Paradigma Liberal ini, disatu sisi melihat pendidikan sebagai sarana dalam mepertahankan kondisi sosial yang mapan yang perlu tetap dilestarikan. Institusi pendidikan harus tetap dijadikan netral hanya sebagai tempat pengajaran dan
pelatihan bagi pemenuhan kebutuhan praktis, dalam melihat masa depan dan
perubahan paradigma liberal mengasumsikan
bahwa kondisi yang telah dicapai
masyarakat saat ini sudah baik
dan ideal sehingga perlu di jaga, dan dilestarikan. Setiap
perubahan tetap dalam kerangka mempertahankan, melestarikan atau koreksi kondisi saat ini yang berarti kemudian membangkitkan kesadaran
naif.
Paradigma
kritis dalam dunia pendidikan memandang bahwa pendidikan merupakan bagian dari
sebuah sistem yang tidak netral, selalu dipengaruhi oleh kondisi sosial dan politik (ideologi dan kekuasaan ).
Maka pendidikan harus berfungsi sebagai
pendidikan itu sendiri dalam arti mampu membangkitkan kesadaran kritis manusia dalam
melihat realitas kehidupan. Pendidikan harus mampu menyadarkan manusia
akan perannya dalam perubahan sosial menuju masyarakat yang adil, sejahtera
dan humanis. Kondisi sosial yang ada
saat ini harus terus dilihat dari ukuran
cita ideal, maka tugas pendidikan secara sadar memproduksi kesadaran
peserta didik menuju kearah tercapainya cita-cita ideal. Ketika terjadi
ketimpangan atau eksploitasi oleh
penguasa dan kekuasaan, maka menjadi tanggung jawab institusi pendidikan
menyatakan keberpihakannya kepada objektivitas kebenaran (rakyat tertindas).
Paradigma ini tujuannya membangun kesadaran kritis manusia.
Manusia akan
terus belajar dari pengalaman mereka
tentang penyelenggara pendidikan.Manusia mulai merasakan bahwa
pendidikan dalam perjalanannya semakin
dirasakan tidak terbebas dari kepentingan sosial, ekonomi, dan politik. Bahkan pendidikan lambat laun dirasakan telah digunakan oleh para penguasa demi melanggengkan dan
melegitimasi kekuasaan dan dominasi
mereka. Saat itulah muncul kritik bahwa pendidikan sudah tidak netral lagi,
melainkan sebagai sarana untuk “memproduksi”
sistim dan struktir sosial yang tidak adil seperti relasi kelas, gender dan
warna kulit ataupun sistem relasilnya.
Pada
hakekatnya pendidikan sebagai strategi
humanisasi. Pendidikkan dipahami sebagai pengajaran yang menekankan pada bagaimana mendidik manusia dalam
mengenal diri dan dunianya.Praktek pendidikkan bagi pengenalan realitas diri dan dunia, mestilah merupakan praktek yang membebaskan mereka dari segala bentuk ketertindasan. Pendidikan
dalam usaha mengenal potensi diri ini
menekankan bagaimana manusia menyadari
segala kelebihan dan potensinya sebagai
makhluk manusia. Manusia yang dikatakan sebagai binatang yang berakal
oleh Aristoteles, mampu menyadari diri dan berintegrasi dengan dunia serta
menciptakan sejarah peradabannya.Pendidikan sebagai praktek pembebasan
menekankan pada kesadaran manusia akan
perannya sebagai pencipta duniannya
sendiri yang mengalami dunia secara dialektis dan kritis serta mampu
merefleksikan dirinya dalam merubah
dunia sesuai dengan fitrahnya. Untuk memahami hakekat pendidikan sebagai sebuah praktek pembebasan kita
terlebih dahulu kita harus memahami hakekat manusia dan eksistensinya
sebagai makhluk yang mengenal, berada didalam dan bersama dunia: Pemahaman
akan hakekat manusia diawali akan pemahaman akan perbedaannya
dengan makhluk yang lain. Manusia memiliki keunikan berupa kemampuan manusia mengenal keberadaan dirinya yang berada dan bersama
dengan dunia, serta mampu berintegrasi dengan dunia, berbeda dengan binatang
yang hanya berada dalam dunia tanpa
mengetahui keberadaan dirinya. Binatang hanya digerakkan dengan naluri tidak mampu merefleksikan apa
yang ia lakukan. Kesadaran akan potensi diri
kemudian membawa manusia pada peran eksistensialnya sebagai makhluk
reaktor yang membuat sejarah. Pemahaman ini melahirkan keharusan bagi manusia mengenal dirinya sebagai subyek dari
perubahan yang harus mengenal realitas sosial secara kritis berarti
kemampuan manusia mengenal hubungan
relasi kekuasaan yang menindas dan budaya hegemonik yang
melahirkan budaya diam ditataran rakyat.
Pendidikkan menurut mereka aliran ini merupakan proses ”dekonstruksi”
yang memproduksi wacana untuk membangkitkan kesadaran kritis kemanusiaan.
Pendidikan seperti ini identik dengan
“proses pembebasan manusia”.Pendirian ini berangkat dari asumsi dan
struktur sosial yang ada yang telah mengalami proses dehumanisasi.
Pendidikan
dan pengajaran yang Dialogis,
partisipatoris dan Membebaskan.
Berdasarkan pandangan diatas, maka
pendidikan mesti dirumuskan sebagai pengenalan realitas sosial
manusia dan dirinya sendiri. Sistem pendidikan
harus bertumpu pada aksis praksis, yakni prinsip aksi dan refleksi total dan
secara terus menerus menumbuhkan kesadaran akan realitas dan hasrat untuk
merubah kenyataan yang menindas. Pendidikan bertumpu pada penyadaran tidak memisahkan
antara prinsip berpikir,berbicara,dan berbuat namun merupakan satu
kesatuan yang dialektis. Pendidikan ini merangsang kearah diambilnya suatu
tindakan, kemudian tindakan itu
direfleksikan kembali dan dari refleksi itu diambil tindakan baru yang
lebih baik demikian berlangsung secara dialektis sepanjang hidup.Dengan daur
belajar seperti ini, setiap anak didik dilibatkan secara langsung terhadap permasalahan permasalahan realitas sosial yang ada. Pengajaran di ruang-ruang kelas,
ruang diskusi, seminar, ataupun dimana saja meniscayakan sebuah komunikasi
pengajaran yang dialogis, melibatkan partisipasi semua pihak dalam mengungkap realitas kehidupan yang dilandasi semangat demokratis dan
membebaskan, saling menghargai, pengetahuan masing- masing tanpa ada dominasi,
semua berdasarkan atas dasar prinsip menemukan
bersama ilmu pengetahuan sehingga melahirkan kesadaran kritis dan hasrat
transformatif. Pengajaran yang dialogis pada tingkatan kognitif bertujuan
mengenbangkan sikap ingin mengetahui
sebagai kreator yang mampu mengetahui
moment dalam mencipta ilmu dan
pengetahuan itu dipelajari secara kritis. Pada tingkatan afektif pendidikan
dialogis partisipatoris mengharuskan siswa mampu mengembangkan sikap demokratis
menjunjung tinggi kebebasan dengan tetap kritis terhadap realitas sosial.
Sehingga kemudian tercermin pada tindakan psikomotorik manusia yang berbentuk
kritis terhadap realitas sosial dan hasrat untuk merubahnya. Pengajaran kritis
menekankan pada proses pengertian bukan proses proses menghafal secara mekanis.
Proses pengertian menyetakan kata-kata sekaligus mewakili dunia kesadarannya
dan berdasarkan perbendaharaan katanya sendiri bukan
kata guru bagaimanapun sederhananya.
Sehingga merupakan pendidikan praxis untuk merubah dunia.
Sistem
pendidikan sebagai Sub sistem Sosial.
Pendidikan
sebagai sebuah sub sistem tentu akan dipengaruhi oleh sub sistem sosial yang
lebih besar.Maka memahami sistem pendidikan tentu mensyaratkan akan pemahaman
tentang relasi sistem lainnya. Bagaimana dengan melihat kenyataan ini pendidikan tentu tidak bersifat netral.
Pendidikan netral mau tidak mau tidak mau kemudian melanggengkan kekuasaan status quo yang diktator dan
menindas. Kekuasaan menindas kemudian memproduksi kekuasaan melalui seluruh perangkat sistem
pemerintahan dan birokrasinya, indoktrinasi, serta instrumen budaya sampai
menciptakan budaya bisu terhadap penindasan. Seperti munculnya berbagai
kebijakan pendidikan yang
melanggengkan kekuasaan menindas dengan
menyengsarakan rakyat tertindas
(Indonesia masa orde baru). Kapitalisme hari ini dengan kepentingan borjuis telah menjadi
sebuah rantai raksasa lewat berbagai
insrtumen penindas rakyat. Pendidikanpun menjadi salah satu
bagiannya. Kurikulum pendidikan
dijadikan semekanis mungkin untuk mensosialisasikan dan melanggengakan nilai-nilai kapitalistik dan pro-elit yang
menindas. Maka pendidikan harus mampu menjadi obyek penyadaran terhadap kondisi
realitas menindas dan membangun kekuatan untuk merubah kondisi tersebut.
Pendidikan sebagai sarana produksi kesadaran pembebasan dengan menolak ideologi
dominan yang menindas.
Bagaimana sesungguhnya komoditifikasi pendidikan
terjadi????atau bagaimana dengan ANCAMAN
DUNIA PENDIDIKAN?
a. Kapitalisasi pendidikan
Kapitalisasi pendidikan melihat bahwa bidang pendidikan
merupakan bagian yang harus bertumpu pada bidang ekonomi, dimana
pendidikan merupakan bagian yang harus bertumpu pada bidang
ekonomi, dimana pendidikan hanya di
reduksi sebatas pendidikan yang ekonomistik dengan oreantasi kebutuhan pasar tenaga kerja. Kapitalisasi
pendidikan merupakan wahana menjaga
ekonomi kapitalistik yang menindas dan eksploitasi tetap terjaga. Kapitalisasi
pendidikan menjadi fenomena manakala menyaksikan bagaimana IMF
mendesak bangsa-bangsa dunia ke-3 melakukan privatisasi pendidikan dengan menyerahkan sektor pendidikan kepada swasta.
Menjadi keniscayaan kemudian manakala
peran swasta sudah merambah bidang pendidikan, mau tidak mau pendidikan menjadi lahan investasi dan rebutan ekonomi dengan perhitungan untung rugi.. Fenomena
otonomi pendanaan kampus dengan BHMN
mengakibatkan tingginya biaya pendidikan
atau maraknya kursus dan pendidikan- pendidikan sesuai dengan lowongan kerja dan pasar serta rendahnya anggaran
pendidikan menjadikan peran negara menjadi sangat subordinat dengan pasar global
menjadikan pendidikan negara kita
semakin terpuruk saja. Berdasarkan
berbagai survei internasional
menunjukkan bahwa pendidikan kita
sangat jauh tertinggal di banding
negara- negara berkembang lainnya.
b. Komoditifikasi pendidikan
Komoditifikasi
merupakan proses transformasi yang menjadikan
sesuatu menjadi komoditi atau barang untuk di perdagangkan demi
mendapatkan keuntungan. Komoditifikasi
merupakan salah satu imbas ketika bidang pendidikan menjadi logika ekonomi. Logika ekonomi yang
bertumpu pada modal dengan tiga bentuk
aksi, akumulasi, eksploitasi, dan ekspansi. Dasar asumsi dan filsafat
kapitalisme yang menitik beratkan pada individualisme dan modal menjadikan
peran negara hanya sebatas regulator dengan perhitungan untung dan rugi bukan
lagi apakah fungsi pendidikan tercapai atau tidak. Komoditifikasi
pendidikan merupakan turunan langsung dari kapitalisasi pendidikan . Dimana
institusi dan lembaga pendidikan direduksi menjadi komoditas yang bisa di perdagangkan dan mencari keuntungan. Pendidikan dihitung dengan seberapa besar keuntungan
yang di hadapkan ketika melakukan investasi
pendidikan dengan mendukung
metode gaya bank.
Sistem
pendidikan nasional diarahkan pada kepentingan kapita,lisme industrial semata
dan hanya mengutamakan pengetahuan
ekonomis pragmatis serta teknologis.Pengetahuan- pengetahuan ekonomis,
pragmatis, dan teknologis memang diakui sebagai
salah satu antisipasi dari perkembangan global.Namun bagi bangsa
kita,menurut H.A.R.Tilaar, masih terlalu jauh. Apalagi jika harus langsung
dihadapkan dengan free market global, dimana output pendidikan
harus bersaing dengan negara maju yang
licik.
Kini,
sepatutnya sistem pendidikan kita mulai mengalihkan pandangan matanya, walaupun harus diakui
sudah terlalu sayu, terhadap kondisi sekelilongnya. Dimana lubang-lubang
kemiskinan, praktek budaya bisu, dan notabene itu tak pernah di sadari
oleh dunia pendidikan kita.
c. Disvaritas anatara lulusan dan
pertumbuhan lapangan kerja
d. Disvaritas/Diskriminasi desa kota,
Jawa dan Luar Jawa.
e. Ideologisasi pendidikan bagi Guru dan fasilitas
pendidikan.
Maka
pendidikan yang seharusnya menjadi wahana pembebasan manusia (manusia kritis dan
aktif) ternyata malah menjadi pasif dan tumpul. Salah satu penyebab krisis ini
adalah pendidikan yang masih
memaknai metode gaya bank. Metode
yang melihat manusia sebagai gelas
kosong dan siap diisi serta tidak mampu
mengembangkan rasa kengintahuan siswa akan
kebenaran ilmu pengetahuan serta
teori ataupun bagaimana metode ilmiah
bisa menjadi seperti apa yang kita lihat
hari ini.peran negara di satu sisi untuk memberikan partisipasi rakyat dalam
mendapatkan akses terhadap pendidikan
dan pengajaran (psl 27 UUD 45) sedikit demi sedikit mulai di kurangi
salah satu caranya dengan mengurangi
anggaran pendidikan saat rakyat
dalam krisis yang berakhir pada pencabutan subsidi pendidikan dan agenda liberalisasi dan privatisasi pendidikan
(Sisdiknas). Pengurangan pembiayaan
di satu sisi kemudian di sisi
yang lain melakukan
ideologisasi dengan memasukkan
slogan-slogan dan jargon kekuasaan dan
militerisasi serta sentralisasi
pendidikan dengan p-4 (masa orba). Pelepasan peran negara pada
pendanaan di satu pihak dan pungutan di pihak
birokratisasi dan ideologisasinya memperlihatkan bagaimana watak dominan
negara sesungguhnya yang otoriter dan dogmatis serta berpihak pada imperialis dunia. Menjadi gambaran
pendidikan yang mahal, fasilitas
pendidikan yang sangat
memprihatinkan dengan melihat
kondisi fasilitas sekolah terpencil dan pedesaan hanya mereka yang kaya dan banyak duitlah yang bisa leluasa
menikmati pendidikan, rakyat kecil semakin termarginalkan.Bagaiaman nasib orang
miskin, buruh, kaum miskin kota petani desa miskin yang nota
benenya 80% penduduk Indonesia didesa bagaimana kemudian nasib ribuan buruh di –PHK tanpa pesangon dan
pengangguran yang membludak siapa yang
akan membela hak mereka..
Secara praktis proses pendidikan yang
ideal harus mempu membentuk manusia yang dewasa secara intelektua,
moral, sosial, dan emosional. Kedewasaan
intelektual tidak didasarkan pada
angka-angka dalam report, NEM,STTB,
tetapi diukur dengan sejauh mana seseorang mampu membedakan antara yang
benar dan salah.Kedewasaan intelektual
mendorong setiap manusia selalu mencari dan mengkaji dari berbagai
referensi. Kedewasaan moral berkait
dengan kemampuan membedakan antara yang baik dan buruk.Kemampuan
membedakan perilaku yang baik dan buruk
menempatkan manusia memiliki kepribadian dan karakter.Kedewasaan sosial
berarti bahwa pendidikan hanya bermakna bila disosialisasikan. Apa
yang digeluti di ruang kelas dipertanyakan, dikaji dan diterapkan dalam kehidupan konkret dalam
persoalan hidup di tengah
masyarakat. Kedewasaan emosional , mengandung arti setiap pribadi mampu menguasai diri dan perasaan-perasaan serta mampu
mengekspresikannya
Pendidikan
nasional harus mampu menjadikan masyarakatnya berpegang teguh pada nilai-nilai kebenaran dengan tidak terlepas dari penguasaan iptek
dan informasi karena kemampuan menangkap tema-tema zaman, akan menentukan keampuan
dalam menangani dunia.
Kini kita
membutuhkan sebuah sistm pendidikan aklternatif atau baangkali kita sendiri yang
harus menciptakannya bersama semua elemen
yang peduli terhadappermasalahan diduni pendidikan kita. Dimana
nantinya, pendidikan lebih beroreantasi pada pembentukan kesadaran kritis, emansipatoris, inovatif,
dan tentunya lulusannya resistensi terhadap kekuasaanyang sewenang-wenang menindas
rakyatnya sendiri,tidak sekedar menjadi
hamba pasar. Akhirnya dua nilai pendidikan , idealisme dan kegunaan , nantinya bisa lebih berjalan
seimbang.Dimana Use valuependidikan sebagai
“alat tawar” ketika menghadapi dunia kerja alat lingkungan
sosial bisa berfungsi. Disis lain nilai
humanistik dan idealis yang dimilikinya semakin mumpuni untuk memecahkan dalam tubuh masyarakat bangsa.
Solusi
Masalah
Dengan
melihat permasalahan dan pembahasan yang disampaikan diatas maka bisa kita menerapkan beberapa
alternatif solusi sebagai berikut:
1.
Membuka kesempatan bagi
tumbuhnya kesadaran kritis dan
eksploitatif, dengan cara mendorong perubahan yang progresif ( maju )
atas cara – cara pengelolaan pendidikan dengan menempatkan didik sebagai subyek
pelaku bagi tumbuh kembangnya kretaifitas dan eksplorasi nilai - nilai.
2.
Reformasi sistem
manajemen pendidikan yang sentralistis, birokratis dan tak terpadu menjadi
sistem desentralisasi, demokratis dan transparan
3.
Membebaskan institusi
pendidikan seperti sekolah dari politisasi baik dari kekuasaan maupun
birokratis.
4.
Membangun mekanisme
kepemimpinan sekolah berdasarkan pada mekanisme rekrutmen yang obyektif yang
bersendikan azas bottom up.
5.
Meningkatkan status, pengakuan dan serta penghargaan profesional guru dengan
mengembangkan paradigma pemberdayaan kemampuan penelitian aksi
6.
Memperkuat landasan
profesi guru dengan meberikan otonomi pada sekolah yang bersangkutan untuk membuat usulan – usulan yang
diperlukannya; bantuan bimbingan teknis, isi kurikulum pokok, standarisasi
mutu, pemberdayaan pada metode, teknik dan pendekataan yang mutakhir dalam
pendidikan
Daftar pustaka
Didaktika Edisi No.29/ThXXXI/2005. Universitas Negeri Jakarta.Jakarta
Darmadi,Yudi.2004. Makalah Pembangunisme pendidikan. Seminar WMPM &
HMP2K. Mataram
Gerbang Majalah Pendidikan.Edisi 6. Th III.2003. Lembaga penelitian dan Pengembangan Pendidikan .Yogyakarta.
Freire, Paulo. 1999. Politik Pendidikan Kebudayaan, kekuasaan, dan
Pembebasan. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
Freire, Paulo. 1998. Sekolah Kapitalisme Yang Licik. LkiS:Yogyakarta.
Kartono, St.Menembus pendidikan Yang Tergadai: Cacatan Refleksi Seorang.
Guru .Galang Press:Yogyakarta .
Wahono,Francis. 2001. Kapitalisme Pendidikan antara Kompetisi dan
Keadilan. Insist, cindelaras, Pustaka Pelajar:Yogyakarta.
Langganan:
Postingan (Atom)